Social Icons

Pages

Minggu, 18 Maret 2012

Kesemestian: Kepuasan Klien adalah Indikator Keberhasilan yang Utama dari Institusil/Lembaga Pelayanan


Pada basic pemahaman tentang "pelayanan", maka tujuan tertinggi adalah memberikan pelayanan terbaik bagi yang dilayani nya. Semua kemampuan dan potensi yang ada diarahkan untuk memberikan kepuasan bagi yang dilayaninya. Begitu juga pelayanan yang diberikan berupa Rehabilitasi Sosial, maka tujuan utamanya adalah memberikan yang terbaik bagi yang direhabilitasi, sebuah kepuasan komprehensif, baik berupa kesembuhan, keberdayaan, dll yang coba dimaknakan pada konteks ini dengan kata "keberfungsian sosial". Jadi apapun itu, dan bagaimanapun inisiatif, inovasi & pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk meraih tujuan rehabilitasi, adalah dalam upaya memberikan kepuasan kepada yang dilayani. Kepuasan sosial, bukan berarti menempatkan lembaga sebagai pemuas kebutuhan, meskipun bisa dikatakan begitu jika kita tidak sensitif terhadap artikulasi kata & bahasa, mampu menerima itu sebagai fakta yang menjadi tanggungjawab sosial.

Terlepas dari semua aksentuasi & artikulasi bahasa, bagaimanapun pelayanan prima adalah untuk mencapai kepuasan yg dilayani/konsumen. Permasalahan berikutnya adalah ketika kita mesti menentukan siapa konsumen kita. Pada konteks Panti Sosial, jelas konsumen utama kita adalah klien & keluarganya, terciptanya kepuasan mereka terhadap pelayanan yang diberikan mestinya menjadi indikator keberhasilan kerja & eksistensi panti sosial tersebut. Pada era sekarang, malah masyarakat/publik pun merupakan konsumen kita pada level yang berbeda, dan ketika klien dengan keluarganya merasa puas terhadap pelayanan yg diberikan, publik pun akan puas dan mengapresiasi baik terhadap kinerja lembaga.

Permasalahan berikutnya adalah bagaimana menentukan pijakan/pondasi untuk merancang & melaksanakan pelayanan tersebut. Logika sederhanyanya adalah, jika kita ingin memberikan pelayanan yg memuaskan & tentunya tepat, adalah berdasar kepada apa yang dibutuhkan atau yg menjadi kebutuhan konsumen/klien. Kebutuhan menurut klien, bukan kebutuhan menurut pendapat kita. Berangkat dari situlah kita menyiapkan perangkat - sistem pelayanan yang akan diberikan. Kita berangkat pada pernyataan-pernyataan logika seperti ini: Apa yang terbaik menurut konsumen/klien, bukan apa yang terbaik menurut kita. Apa yang menjadi potensi/kualitas klien, bukan apa yang menjadi potensi/kualitas kita atau lembaga. Karena kualitas lembaga akan ditentukan oleh kemampuanya memaksimalkan potensi/kualitas klien untuk memenuhi kebutuhannya, untuk mencapai kepuasan tadi. Dan jika mau jujur, seringkali kita masih terbalik-balik dalam menetapkan pondasi/mindset ini, sehingga langkah & hasil selanjutnya pun jadi salah-salah sasar. kita disibukkan dengan identifikasi kebutuhan klien menurut kita. Kita berdiri sebagai para pengamat & spesialit bahkan cenayang yang memperkirakan bahkan menetapkan kebutuhan-kebutuhan klien & berujar "ini yang mereka butuhkan". Konklusi yang bersumber sebagian besar berawal dari kita bukan bersumber dari klien.

Jadi, pada konsep pelayanan ini, semestinya yang menjadi Sumber, Solusi & Konklusi adalah klien. Bahasa kerennya adalah pelayanan/rehabilitasi dengan pendekatan "Client Centered" . Klien lah sumber segala inspirasi, kebijakan, prakarsa, dll untuk membuat sebuah design pelayanan rehabilitasi sosial tadi. Kita hanya berdiri sebagai fasilitator yang memfasilitasi semua itu. Pada level ini, secara ekstrem bisa dikatakan bahwa penentu kebijakan sesungguhnya adalah konsumen/klien, kita hanya memfasilitasi dalam bentuk perundang-undangan atau peraturan-peraturan serta perangkat-perangkat lainnya untuk memastikan ketercapaian tujuan, ya kepuasan klien tadi.

Terkait perundang-undangan, kebijakan-kebijakan yang ada pun semua memfasilitasi tercapai & terjaganya kepuasan klien tadi sebagai konsumen dari pelayanan yg diberikan. Teori-teori, metodologi, pendekatan-pendekatan yang ada, semua mengarah pada hal tersebut. Pelayanan/rehabilitasi sosial berbasis masyarakat (community based), berbasis hak asasi (right based), dst dst, semua menempatkan konsumen bukan sebagai objek, tapi sebagai subjek, penentu, berperan aktif dst. Jika kita bergerak pada pelayanan/rehabilitasi terhadap penyandang cacat, maka semua kebijakan diarahkan untuk kepuasan penyandang cacat, baik sebagai individu, anggota keluarga, maupun masyarakat, dan yg lebih mendasar lagi sebagai manusia. Sebut saja Konvensi Internasional Hak Penyandang Cacat misalnya (yang menjadi bahan rujukan & pedoman dalam penentuan kebijakan-kebijakan aplkatif selanjutnya). Kita ambil saja sebagai contoh adalah dua pasal dari konvensi tersebut, yaitu pasal 1 (tujuan) dan pasal 3 (prinsip-prinsip umum), sbb:

Pasal 1
Tujuan

Tujuan dari Konvensi ini adalah untuk memajukan, melindungi, dan menjamin penikmatan semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar secara penuh dan setara oleh semua orang penyandang cacat, dan untuk memajukan penghormatan atas martabat yang melekat pada diri mereka.

Orang-orang penyandang cacat termasuk mereka yang memiliki kerusakan fisik, mental, intelektual, atau sensorik jangka panjang yang dalam interaksinya dengan berbagai hambatan dapat merintangi partisipasi mereka dalam masyarakat secara penuh dan efektif berdasarkan pada asas kesetaraan.

Pasal 3
Prinsip-prinsip umum

Prinsip-prinsip dari Konvensi ini adalah:
(a) Penghormatan atas martabat yang melekat, otoritas individual termasuk kebebasan untuk menentukan pilihan, dan kemandirian orang-orang;
(b) Nondiskriminasi;
(c) Partisipasi dan keterlibatan penuh dan efektif dalam masyarakat;
(d) Penghormatan atas perbedaan dan penerimaan orang-orang penyandang cacat sebagai bagian dari keragaman manusia dan rasa kemanusiaan;
(e) Kesetaraan kesempatan;
(f) Aksesibilitas;
(g) Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan;
(h) Penghormatan atas kapasitas yang berkembang dari anak-anak penyandang cacat dan penghormatan atas hak anak-anak penyandang cacat untuk melindungi identitas mereka.

Dari kedua pasal itu saja sudah sangat jelas, konsumen/klien dalam hal ini penyandang cacat sebagai pusat dari segala inspirasi rancangan kebijakan, perencanaan program, pelaksanaan dst. Dan semua diarahkan untuk kepuasan tertinggi bagi klien, sebagai manusia seperti kita juga.

Apakah kita pada prakteknya sudah melangkah seperti itu?? atau sedang berproses ke arah itu?? atau belum?? atau malah berlawanan arah??
Kebesaran hati, kejujuran, sportivitas, objectivitas intelektual, objectivitas sosial & jiwa social worker kita bisa menjawab pertanyaan tersebut dengan gamblang & konsisten...

To be continue...


NK-"Earth Hails"

Tidak ada komentar: