Social Icons

Pages

Minggu, 09 Maret 2014

Refleksi - Kesadaran bersama Kelinguistikan

Kesadaran terhadap diri, menjadi salah satu berangkat pada sekian banyak turunan-turunan pemahaman psikologi. Bagi konteks sosiologis, hal-hal “horizontal” diluar diri menjadi aspek-aspek yang dipertimbangkan juga, kemudian pada sisi manusia sebagai makhluk berkepercayaan/religi, maka transenden ke-Tuhan-an pun menjadi hal yang perlu jadi dasar dalam keseharian. Kompleksitas sosok manusia begitu rigid dan akhirnya ruwet saat implementasi keseharian, ketika aspek-aspek psikologis-sosiologis-religi menjadi pertimbangan-pertimbangan. Keterbatasan manusaia dalam segala hal, menjadikan semua aspek itu berhadapan dengan banyak realitas keseharian manusia yang melahirkan permasalahan-permasalahan. Alur keluaran dari semua itu adalah bahwa manusia pada keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki tidak bisa menyeimbangkan ketiga aspek tersebut, harus memilih atau menetakan kecenderungan kepada salah satu aspek atau mengutamakan aspek yang mana, atau mendahulukan aspek yang mana menjadi pertimbangan utama utk kemudian menempatkan aspek lainnya menjadi nomor 2 dan 3. Pada kenyataanya, tanpa direncanakan dst pemprioritasan aspek terjadi begitu saja, refleks terhadap situasi & kondisi yang ada.


Freud membagi organisasi fisik individu kedalam 3 bagian dengan istilah ‘id’, ‘ego’, dan ‘super-ego’. Sebagai orang sosial, aku tidak terlalu percaya terhadap pembagian tersebut atas sosok manusia. Model stratifikasi Giddens lebih memenuhi logika berpikir ku.  Giddens membagi kedalam 3 stratifikasi terhdap sosok manusia yg juga anggota dari sebuah masyarakat, yaitu sistem keamanan dasar, kesadaran praktis dan kesadaran diskursif.
Pada konteks Freud, dia menganggap manusia sebagai agen, namun sering juga mengatakan id, ego dan super-ego sebagai agensi-agensi dalam individu itu. Freud dalam tulisan-tulisannya sebelum tahun 1920-an seringkali menggunakan istilah ‘das Ich’ untuk mengacu pada orang secara utuh, maupun untuk menetapkan bagian jiwa (mind). Pergeseran-pergeseran penggunaan itu pun berlaku pada ‘super-ego’, yang kadang diperbedakan dengan gagasan lain, yaitu ‘ego-ideal’. Beberapa peralihan dan ketidak-konsistenan terminologi tersebut menunjukkan ada beberapa kesulitan konspetual yang agak parah.  Misalnya: Freud mengatakan das Ich merupakan bagian dari Jiwa (mind). Lalu bagaimanakah Freud bisa mengatakan hal-hal seperti itu sehingga ‘ego’ memutuskan tidak mengakui gagasan yang  tidak cocok? Apakah keputusan ‘ego’ tentang beberapa jenis proses itu ada dalam miniatur keputusan ‘ego’?  Ini menjadi tidak masuk akal. Freud juga menulis diantaranya ‘kemauan ego untuk tidur’. Meskipun tidur terjadi, namun tubuh masih terus ‘bertugas’ melindungi keluaran jelek dari ‘ketidaksadaran’ (the unconscious), dengan tetap ‘menjaga’ tidur si pemimpi. Juga muncul jenis pertanyaan yang sama, siapakah yang dilindungi sang ‘penjaga’? dst. Pertimbangkanlah karakterisasi paling umum tugas-tugas ‘ego’ yang dikatakan Freud. ‘Ego’ memiliki tugas ‘penyelamatan diri’, yakni menjalankan tugasnya dengan belajar melakukan perubahan-perubahan di dunia eksternal demi keuntungannya sendiri. Namun “diri” mana yang dipertahankan ‘ego’? apakah keuntungannya juga keuntagan diri sendiri?

Satu taktik tradisional diantara interpreter Freud adalah menerima gagasan bahwa ada penggunaan-penggunaan antropomorfis yang salah kaparah dalam tulisan-tulisan Freud, namun penggunaan tersebut bisa ditiadakan jika kita memahami ‘id’, ‘ego’ dan ‘super-ego’ dengan mengacu pada proses atau daya. Namun cara seperti inipun tidak banyak membantu, karena konsep-konsep seperti itu tidak memungkinkan kita bisa memahami dengan tepat hakikat agensi manusia. Kemudin Freud mengatakan tentang aliran hodrolis, kebuntuan energi dsb, namun semuanya itu menyulap jenis konsepsi mekanis asal muasal perilaku manusia yang berkaitan dengan bentuk paling naif pada obyektivisme. Bagian persolan tersebut terletak pada penggunaan istilah ‘id’, ‘ego’ dan ‘super-ego’, yang masing-masing memiliki beberapa konotasi tentang agensi. Masing-masing merupakan miniagen dalam agen seperti itu . Membuang istilah ‘id’ dan ‘super-ego’ mungkin bisa membantu, namun harus dilengkapi dengan pengakuan karkter yang jelas, yaitu ‘das Ich’ atau ‘aku’.

Para strukturalis menyarankan untuk melakukan ‘jalan memutar’ untuk bisa menghubungkan ‘aku’ dengan agensi, berdasarkan desentralisasi subyek, tanpa mencapai kesimpulan-kesimpulan yang memperlakukan subyek hanya sebagai tanda dalam suatu struktur signifikasi. Bagaimanapun pembentukan ‘aku’ terjadi hanya melalui wacana orang lain, yaitu melalui pemerolehan bahasa, dengan mengaitkan ‘aku’ dengan benda/tubuh sebagai bidang tindakan. Istilah ‘I’ atau ‘aku’ dalam pengertian linguistik merupakan penggeser/shifter. Kontekstualitas pengaturan posisi sosial menentukan ‘I’ dalam sembarang situasi perbincangan. Meskipun kita mungkin cenderung menganggap berdasarkan pada aspek-aspek paling kaya dan akrab, dalam satu sisi dia merupakan salah satu istilah paling kosong dalam bahasa. Karena ‘I’ hanya mengacu ke siapa yang sedang bertutur, ‘subyek’ suatu kalimat atau ujaran.
Seseorang yang telah menguasai penggunaan ‘I’ juga sangat bisa telah menguasai penggunaan ‘me’, jika dia menguasai secara sintaksis kedua bahasa yang berbeda tersebut. Karen saya harus mengetahui bahwa saya adalah ‘I’ (aku) ketika saya bertutur pada ‘you’ (anda), tapi bahwa anda merupakan ‘I’ ketika anda bercakap-cakap dengan ‘me’, dan bahwa saya adalah ‘you’ ketika anda bercakap-cakap denganku, dst. Bahwa pada dasarnya penggunaan demikian bukanlah merupakan ketermpilan-keterampilan linguistik yang merupakan jenis keterampilan yang sangat rumit, namun lebih memerlukan kendali tubuh yang sudh diramifikasi dan pengetahuan yang maju tentang bagaimana ‘berbuat sesuatu’ dalam pliralitas konteks-konteks kehidupan sosial.

Yang jelas memonitor secara refleksif suatu tindakan dalam kehidupan sosial itu diperlukan. Pentingnya memonitor tindakan dalam kesinambungan kehidupan sosial tidak berarti mengingkari signifikansi sumber-sumber kesadaran kognisi dan motivasi . Namun hal ini melibatkan pemberian perhatian pada diferensiasi yang memisahkan keadaan ‘sadar’ dengan ‘tidak sadar’.

NK - "Earth Hails"
Thanks for Giddens

Tidak ada komentar: