Social Icons

Pages

Minggu, 01 April 2012

KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI ASPEK PENTING DALAM PEMBANGUNAN, UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT (contoh pembahasan pada sektor pendidikan)


“Tuntutlah Ilmu walaupun sampai ke negeri China” (Hadits)

“Konsep neo liberalisme menjadi gerakan yang bersifat universal sejak tahun 1980-an yang dapat diamati dengan munculnya paradigma baru dalam pengelolaan pendidikan untuk publik, antara lain, desentralisasi wewenang penanganan pendidikan dari pusat ke daerah, pengaturan beban pendanaan antara pusat dan daerah, peningkatan partisipasi masyarakat melalui kegiatan manajemen berbasis sekolah, privatisasi lembaga pendidikan yang mempertajam kompetisi, tuntutan transparansi dan akuntabilitas lembaga sekolah, standardisasi pendidikan, sertifikasi tenaga kependidikan, kurikulum yang berorientasi pasar, demokrasi dan gender" (Altbach, 1971; Olssen & Peters, 2005; Henales and Edwards, 2000; Mochida, 2005; Hursh, 2005; Sanuki & Yotoriyama, 2008)



I. RASIONALISASI

Arah pembangunan yang di usung sebuah Negara terurai dan terlihat dari kebijakan-kebijakan public yang dibuatnya. Sebagai bentuk terjemah implementatif dari arah pembangunan yang ingin dicapai. Pentingnya kebijakan public menjadi tidak bisa ditawar-tawar lagi, mengingat hal itu sebagai ejawantah dari pengakomodiran kebutuhan rakyat/public, sebuah item mendasar dan terpenting dari makna pembangunan sebuah Negara, mencapai kesejahteraan bagi rakyatnya.

Sebagai Negara yang memiliki niatan luhur, seperti yang termaktub dalam Pancasila & UUD 1945, ingin mensejahterakan rakyatnya, mencukupi kebutuhan-kebutuhan jasmani dan rohaninya, Indonesia terus berproses untuk mendapatkan bentuk terbaik dari implementasi pembangunan, melalui kebijakan-kebijakan public yang dibuat. Belajar dari kesalahan masa lalu (yang telah dibuat) dan dari kesuksesan-kesuksesan Negara lain menjadi keharusan.

Sejalan dengan pesan bijak dari Hadits diatas yang menjadi pembuka makalah ini, memang kita diharapkan belajar dari negara-negara lain yang juga telah lebih dahulu melalui proses pembelajaran dan pembenahan-pembenahan negaranya secara bertahap. Berikut adalah contoh-contoh pengalaman dari Negara lain yang patut di contoh. Langlah-langkah dan terobosan-terobosan yang dibuat demi menciptakan system terbaik dalam memberikan pelayanan bagi rakyatnya.

a. Belajar dari Irlandia
Irlandia bisa menjadi ilustrasi yang cukup cemerlang, menjadi contoh yang relevan dan konkret, dari Negara yang berkutat pada tradisi/konvensional (termasuk didalamnya kebangsawanan/identitas kelas, bahasa, etnis, dan kegerejaan/agama), bergerak menuju salah satu Negara yang modern dan kuat di Eropa, khususnya Eropa Barat, yang persaingan pembangunannya sangat luar biasa. Pergerakan politik pada konteks kepaartaian sebagai politik praktis pun telah bergerak kea rah yang modern, tidak lagi pada siapa pemilik partai nya, tapi pada ‘kebijakan kesejahteraan/ekonomi apa yang diperjuangkan dan kecapakan manajerial dalam mengelola urusan publik’.

Pada 20 tahun terakhir ini, Irlandia telah menjadi Negara yang sangat pesat tingkat pertumbuhan ekonominya, sehingga di juluki ‘The Celtic Tiger’, sama seperti Indonesia yang “diprediksikan” akan menjadi The Asian Tiger, pada konteks Asia, meski tertunda. Dan Irlandia berhasil meraih predikat itu dengan pencapaian-pencapaian pembangunan luar biasa. Beberapa factor yang diusung dan dikombinasikan Irlandia adalah: Pertama,Kebijakan anggaran yang semakin ketat sejak tahun 1987; Kedua, Penerimaan dan keterlibatan secara substansi didalam Uni Eropa; Ketiga, Investasi asing yang sangat besar di bidang manufaktur, teknologi informasi, dan jasa keuangan; Keempat,Adanya kemitraan social.

Melalui empat factor tersebut, Irlandia memang mengkombinasikan berbagai upaya untuk memajukan negaranya. Dan Irlandia sangat memberikan perhatian khusus pada aspek “Kemitraan Sosial”. Terutama kemitraan social yang bersifat tripartite, yang melibatkan pemerintah, kelompok bisnis, dan para pekerja. Para pekerja pada konteks Indonesia bisa diartikan sebagai SDM/masyarakat. Sebagai wujud keseriusannya, sejak tahun 1987 Irlandia menetapkan kebijakan Program Pemulihan Nasional, dan tahun 2000, Irlandia mengeluarkan kebijakan public ‘Program daya saing dan kemitraan Sosial”. Adanya kemitraan social antara pemerintah dan stakeholders public/masyarakat seperti para pekerja, petani, kelompok sukarela, dan lain-lain inilah yang menjadi penentu utama kemajuan ekonomi Irlandia (Kooiman, 1993; Dunsire, 1993; Mayntz, 1993). Bantuk kerjasama ini dikenal sebagai korporatisme baru, dimana Pemerintah Irlandia memberikan dukungan yang sangat besar bagi keterlibatan para mitra social nya di hamper semua sector kebijakan public. Disinilah perbedaan Irlandia dengan Negara Eropa Barat pada umumnya, khususnya Inggris, dimana peran Negara sangat dikurangi, bahkan dihilangkan pada konteks tersebut (Weiss, 1995). Sedangkan Pemerintah Irlandia berperan sangat aktif dalam merumuskan kebijakan nasional terkait sector kesejahteraan public, juga mengedepankan identitas nasional, kesadaran kolektif, dan administrasi public yang terpusat.

Irlandia secara konstitusi baru stabil pada tahun 1948, yaitu sejak dikeluarkannya Undang-Undang tahun 1948 tersebut yang memformalkan Irlandia sebagai sebuah Republik. Dalam Undang-Undang baru yang dikenal dengan Bunreacht na heireann itu diatur hal-hal mendasar yaitu: 1. Negara Irlandia adalah sebuah Republik berdaulat yang dipimpin oleh seorang kepala Negara yang dipilih tetapi tidak menjalankan kekuasaan eksekutif; 2. Negara yang berbentuk kesatuan di mana parlemen merupakan lembaga pembuat UU tertinggi namun selalu tunduk pada Konstitusi; 3. Adanya asas pemisahan kekuasaan atas eksekutif, legislatif, dan yudikatif dengan fungsi yang terbatas dan saling berbeda; 4. Sistem Bikameral, yang terdiri dari Oireachtas (yang terdiri dari Majelis Tinggi Seanad Eireann, dan Dail Eireann) bersama Presiden; 5. Pemerintah, yang bertugas menjalankan fungsi eksekutif berdasarkan konstitusi dan hukum; dan 6. Sistem peradilan yang independen yang menjalankan kekuasaan peradilan yang dilengkapi oleh sebuah Mahkamah Agung.

Beberapa terobosan dan fakta penting lainnya yang dimiliki Irlandia diantaranya adalah:

- Irlandia memiliki Komisi Aparat Pemerintah di samping Komisi Pemilihan Lokal. Badan tersebut bertanggung jawab untuk melakukan proses seleksi dan rekrutmen pegawai negeri sipil (PNS) dan terlepas atau independen dari partai politik. Hasilnya adalah lahirnya birokrasi pemerintah yang kuat dan independen. Komisi tersebut juga bertugas menegakkan prinsip meritokrasi dalam proses promosi sehingga mayoritas yang menduduki level-level top-manager adalah birokrat karir.

- Perhatian khusus diberikan pada beberapa aspek seperti (1) kegagalan mengidentifikasi dan mengambil tindakan berdasarkan urutan prioritas, (2) kurang diperhatikannya konteks dalam pembuatan kebijakan kunci, (3) kurangnya diperhatikannya pendekatan bisnis, (4) fokus yang berlebihan pada kabijakan jangka pendek, dan (5) perlunya pembenahan manajemen personal dan finansial yang semakin baik.

- Kebijakan Delivering Better Government yang telah dikeluarkan setahun sebelumnya (1996). Kebijakan ini mengadopsi beberapa pemikiran manajemen publik baru (new public management) dengan memberi perhatian pada beberapa aspek seperti (1) penyediaan pelayanan konsumen yang berkualitas, (2) delegasi otoritas dan akuntabilitas, (3) introduksi pendekatan baru dalam manajemen SDM, (4) penegakan nilai sebenarnya dari uang, dan (5) mendukung perubahan dengan menggunakan teknologi informasi

- Pemerintah Irlandia menyadari bahwa efisiensi sektor publik merupakan salah satu kunci menuju terciptanya daya saing nasional di tingkat pasar global, dan, dalam spiritualitas “Reinventing Government”, negara itu berusaha merekonstruksi dirinya pada semua level untuk bisa mengakomodasi aspirasi masyarakat sebagai konsumen pelayanan publik.

- Pendapatan negara dialokasikan ke berbagai pos, dan diutamakan untuk pos kesejahteraan sosial (27,8 persen), kesehatan (16,8 persen), pendidikan (13,4 persen), dan pembayaran hutang (13,2 persen). Keempat pos tersebut selalu menjadi prioritas negara.

- Kebijakan pengetatan anggaran yang dilakukan pemerintah melalui skema kebijakan Pemulihan Nasional sejak tahun 1987 yang sekaligus mengefektifkan fungsi kemitraan sosial. Hal ini menjadikan Irlandia memiliki surplus neraca pembayaran, meskipun sebelumnya pernah mengalami defisit yang cukup besar.

- Pemerintah Irlandia mengeluarkan kebijakan baru yang dikenal sebagai “Freedom of Information Act” pada tahun 1997. Kebijakan ini telah membuka akses publik terhadap semua dokumen, file atau laporan pemerintah yang membalikkan secara total prinsip kerahasiaan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Batasan akses hanya berlaku untuk informasi yang memiliki tingkat spesifikasi sangat tinggi (rahasia negara).

- Irlandia juga mengeluarkan kebijkaan “The Ethics of Public Officer Act”. UU yang dikeluarkan tahun 1995 ini mewajibkan semua pejabat untuk mengumumkan semua kepentingan pribadinya untuk menghindari konflik dengan kepentingan umum.

- Kebijakan “Electoral Act” tahun 1997 yang mewajibkan semua partai politik untuk mengumumkan semua penerimaan atau sumbangan politik serta pengeluaran yang dilakukan selama pemilu berlangsung.

- Pada konteks kerangka kerja yang sama, Pemerintah Irlandia juga memberikan perhatian serius pada pemberantasan korupsi – apapun jenis dan definisinya – terutama sejak tahun 1991, walaupun diidentifikasi bahwa tingkat korupsi di negara itu masih sangat rendah.

- Irlandia juga concern pada pemberantasan budaya konsumerisme dalam birokrasi dengan mengintroduksi semangat kerangka kerja manajemen publik baru. Nilai-nilai yang baik seperti efisiensi, efektivitas, berorientasi pada konsumen, serta perlakuan yang sama yang biasa dipraktekkan sektor swasta juga dijadikan kerangka kerja birokrasi pemerintah di negeri itu sambil memberikan perhatian pada aspek penegakkan akuntabilitas demokratis kepada masyarakat.

Dengan perubahan-perubahan yang terjadi di negara-negara sekitar Irlandia, kebijakan-kebijakan internasional , dll, Irlandia bersifat fleksibel, tidak menutup diri untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian. Dan Irlandia menempatkan keterlibatan masyarakat menjadi yang utama dalam menentukan kebijakan-kebijkan implementatifnya.

b. Belajar ke Jepang
Jepang memang layak menyandang gelar The Asian Tiger, Macan Asia, dengan berbagai kemajuan luarbiasa yang dialami Jepang, pada hampir semua sector public yang ada. Kita telah banyak mengetahui dan mendengar, baik dari media local maupun internasional, bagaimana Jepang telah menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia. Bahkan Jepang telah menjadi Negara pendonor besar bagi negara-negara berkembang. Hampir seluruh sector public yang dimiliki Jepang (ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain) telah mencapai tingkatan terbaiknya, bahkan menjadi rujukan banyak negara, termasuk Indonesia.

Beberapa terobosan dan fakta penting yang dimiliki dan membuat Jepang seperti saat ini, diantaranya adalah:

1. Restorasi Meiji (Meiji Ishin) tahun 1868 dan dekade sesudahnya, bangsa Jepang telah membelalakkan mata dunia menjadi bangsa yang memiliki kompetensi luar biasa pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Jepang mereformasi pendidikan secara menyeluruh yang disesuaikan dengan dunia Barat. Sejak Restorasi Meiji dikibarkan, bagai bola salju, pemerintah Jepang terus “menggelindingkan” be ragam kebijakan dengan mulai giat menerjemahkan dan menerbitkan berbagai macam buku, di antaranya tentang ilmu pengetahuan, sastra, maupun filsafat. Para pemuda banyak dikirim ke luar negeri untuk belajar sesuai dengan bidangnya masing-masing.

2. Jepang concern pada pelibatan masyarakat dalam pembangunan, termasuk merencanakan pembangunan itu sendiri. Jepang terkenal dengan zenso (otonomi daerah) dan machizukuri-nya (community participation). Perencanaan pembangunan nasional Jepang terangkum dalam Integrated National Physical Development Plan/INPD plan. Perencanaan tersebut mencakup perencanaan di tingkat nasional, regional, dan lokal. Sistem perencanaan pembangunan di Jepang juga kompleks yang diantaranya mencakup pengendalian legal dan legislatif, rencana pembuatan (plan-making), rencana pemanfaatan lahan (land use planning), zonasi (zonning), pengendalian kepadatan penduduk, dan lain-lain.

3. Pemerintah Jepang concern pada Kebijakan dalam hal anggaran. Diantaranya, Jepang menggunakan 3 jenis anggaran dalam mengelola keuangan Negara yaitu General Account Budget, Special Account Budget dan Government-affiliated Agencies Budget. General Budget Account mencatat penerimaan dan pengeluaran pemerintah secara umum. Sisi pengeluaran dalam general account budget dikategorikan berdasarkan bidang atau kegiatan pokok yang dilakukan pemerintah misalnya bidang pekerjaan umum, social, pendidikan dan ilmu pengetahuan, pertahanan nasional, dan lain-lain. Sementara itu, penerimaan pajak dan hasil penjualan obligasi pemerintah merupakan bagian dari sisi penerimaan dalam General Account. Secara umum, general account memperlihatkan ringkasan dari keseluruhan kebijakan fiskal yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam tahun berjalan.

4. Perencanaan pembangunan di Jepang sangat komprehensif dan bertahap berdasarkan prioritas menjadi rencana Pertama, Kedua dst. Misalnya, pada tahun 1962, Rencana Pertama, dengan konsep kebijakan Growth Pole/Kutub pertumbuhan, Jepang conern pada target pembangunan industry, demografi, penggunaan lahan, jalan, pelabuhan, lokasi pabrik, dan perumahan. Juga menekankan pada pengembangan ekonomi dan struktur kepegawaian untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Rencana Kedua, tahun 1969, melanjutkan rencana pertama, dengan focus pada pembangunan jaringan transportasi bermotor dan kereta cepat diseluruh wilayah Jepang. Juga melanjutkan pembangunan industry, termasuk relokasi industry dari daerah padat ke daerah yang kurang berkembang. Rencana Ketiga, tahun 1979, melakukan kebijakan skema penciptaan kualitas lingkungan huni yang mandiri. Kebijakan tersebut dilaksanakan melalui proyek-proyek pembangunan yang menyeluruh untuk tempat tinggal manusia/comprehensive development projects for human habitation. Ini merupakan strategi pendukung bagi rencana pembangunan dan pengembangan industry periode selanjutnya. Rencana Keempat, 1989, kebijakan diarahkan pada National Capital Region dan peran positifnya pada pengembangan Jepang secara keseluruhan. Pengembangan NCR berfungsi sebagai pusat nasional dan internasional, kegiatan politik, ekonomi dan budaya. Rencana Kelima, diumumkan 1998, mulai dilaksanakan awal 2001 hingga sekarang, diwujudkan dalam sebuah Grand Design for 21st Century”, dengan menekankan pada keseimbangan pembangunan untuk mencapai kemandirian daerah dan penciptaan Tanah Nasional Indah.

5. Jepang menekankan secara terus menerus kebijakan Machizukuri, yaitu pelibatan maysarkat dalam perencanaan pembangunan, yang secara langsung telah memberikan kepuasan pada masyarakat terhadap hasil pencapaian pembangunannya, menghindarkan konflik, dan telah memberikan penguatan kesatuan antar masyarakatnya. Teknik Bottom-up benar-benar dilaksanakan, meskipun dengan teknik ini membutuhkan waktu yang lebih lama dalam melakukan perencanaanya.

6. Budaya masyarakat Jepang juga memberikan kontribusi luarbiasa pada pelaksanaan pembangunan negaranya. Diantara budaya masyarakat Jepang tersebut adalah: budaya malu, mandiri, pantang menyerah, loyalitas, inovasi, kerjakeras, jaga tradisi dan menghormati orang tua, budaya baca, budaya hidup hemat, dan kerjasama kelompok.
Untuk selanjutnya kita bisa belajar dari kekhasan pola dari masing-masing negara tersebut disesuaikan dengan konteks negara Indonesia.


II. ASPEK PENDIDIKAN DAN PENCAPAIAN PEMBANGUNAN BANGSA

Sebagaimana dijelaskan pada pengantar diatas diatas, salah satu aspek penting adalah pendidikan, bahwa pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dan dominan dalam membentuk kekuatan system sebuah negara dalam melaksanakan pembangunannya. Pendidikan menjadi semacam alat atau proses yang menghasilkan bahan baku kualitas terbaik, yang memberikan kontribusi penting untuk menghasilkan pembangunan yang sukses.

a. Ilustrasi Kebijakan Pendidikan di Jepang
Disini kita akan coba melihat & berguru pada Jepang, bagaimana melalui kebijakan di bidang pendidikan, menghasilkan kemajuan-kemajuan luar biasa pada pembangunan di Jepang.

Point-point penting yang perlu dilihat dari Kebijakan Pendidikan di Jepang sejak restorasi Meiji dan setelahnya diantaranya adalah: Penetapan kebijakan pendidikan berstrata, Cummings (1984) dari mulai tingkatan Sekolah Dasar (SD) selama 6 tahun, wajib, dan gratis. Bertujuan untuk menyiapkan anak menjadi warga yang sehat, aktif menggunakan pemikiran, dan mengembangkan kemampuan pembawaanya. Kemudian dilanjutkan ke Sekolah Lanjutan Pertama selama 3 tahun, dengan tujuan untuk mementingkan perkembangan kepribadian siswa, kewarganegaraan, kehidupan bermasyarkat, dan mulai diberi kesempatan belajar bekerja. Stelah itu dilanjutkan Sekolah Lanjutan selama 3 tahun. Bertujuan menyiapkan siswa masuk perguruan tinggi dan memperoleh ketrampilan kerja. Kemudian masuk pada Universitas, yang berperan secara potensial dalam mengembangkan pemikiran sesuai potensi yang dimiliki, terbuka bagi siapa saja, bukan hanya seklompok orang.

Kemudian menurut Willian K. Cummings juga mengatakan bahwa factor-faktor yang membuat Jepang mampu merombak masyarakatnya melalui pendidikan adalah:
1.Perhatian kepada pendidikan datang dari berbagai pihak
2.Sekolah di Jepang tidak mahal
3.Jepang tidak ada diskriminasi terhadap sekolah
4.Kurikulum Jepang sangat berat (ini sebagai konsekuens anggaran negara yang sangat besar dikeluarkan untuk pendidikan)
5.Sekolah sebagai unit pendidikan
6.Guru terjamin tidak akan kehilangan jabatan
7.Guru Jepang penuh dedikasi
8.Guru Jepang merasa wajib memberikan pendidikan “manusia seutuhnya”
9.Guru Jepang bersikap adil

Disamping itu, pengaruh pendidikan terhadap anak dan masyarkat, membuat pendidikan di Jepang memiliki potensi luar biasa dalam berbagai hal. Seperti; Minat masyarakat besar sekali pada pendidikan, prestasi kognitif dan prestasi siswa relative setaraf, prestasi kognitif siswa rata-rata tinggi, munculnya pelajaran ide egalitarianism, perubahan social yang egalitarian, tumbuhnya persamaan bagi semua lapisan masyarakat.
Menurut Danasasmita, ada beberapa karakteristik lain dari bangsa Jepang yang mendorong bangsa ini maju. Pertama, orang Jepang menghargai jasa orang lain. Hal ini dibuktikan dengan “ringannya” mereka dalam mengatakan arigatoo (terima kasih) ketika mendapat bantuan orang lain dan tidak menganggap remeh jerih payah orang lain meskipun bantuan itu tidak seberapa. Kedua, orang Jepang menghargai hasil pekerjaan orang lain, dilambangkan dengan ucapan otsukaresamadeshita (maaf, Anda telah bersusah payah). Ketiga, perlunya setiap orang harus berusaha, dilambangkan dengan ucapan ganbatte kudasai(berusahalah!). Keempat, orang Jepang punya semangat yang tidak pernah luntur, tahan banting, dan tidak mau menyerah oleh keadaan, yang terkenal dengan semangat bushido (semangat kesatria).

Dari beberapa karakteristik yang disebutkan di atas, Jepang mampu menjaga martabat dan kualitas hidup bangsanya lewat pendidikan. Pendidikan pada hakikatnya adalah sesuatu yang luhur karena di dalamnya mengandung misi kebajikan dan mencerdaskan. Pendidikan tidaklah sekadar proses kegiatan belajar-mengajar saja, melainkan juga sebagai proses penyadaran untuk menjadikan manusia sebagai “manusia”.

Salah satu agenda reformasi pendidikan di Jepang adalah peningkatan kualitas tenaga pendidik di tingkat pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dalam rencana reformasi yang yang disusun National Comission of Educational Reform (NCER) yang dituangkan dalam “The Rainbow Plan” pada tahun 2001, poin ke-5 menyatakan bahwa tenaga guru yang professional dihasilkan melalui beberapa cara, diantaranya dengan pemberlakuan evaluasi guru, pemberian penghargaan dan bonus kepada guru yang berprestasi, juga pembentukan suasana kerja yang kondusif untuk meningkatkan etos kerja guru, dan pelatihan bagi guru yang kurang cakap di bidangnya.

Sebagai bentuk pelaksanaan keputusan tersebut, Central Educational Councilmengeluarkan kebijakan berupa “shin kyouin hyouka seido” (sistem evaluasi guru yang baru) pada tahun 2002 dan “kyouinmenkyou koushin seido” (pembaharuan sertifikasi mengajar) pada tahun 2006. Menteri Pendidikan, Olahraga, Budaya, Sains dan Teknologi (MEXT) selanjutnya menyusun peraturan pelaksanaanya, dan pada tahun 2005 sekitar 88% prefektur telah menerapkannya (Hayo, 2006).

Ada dua poin penting yang tersirat dalam kedua kebijakan tersebut yaitu, perlunya mengembangkan sistem evaluasi guru dan uji kelayakan terhadap sistem sertifikasi yang selama ini berjalan. Kebijakan ini sekalipun mendapat protes dari kalangan pendidik terutama yang tergabung dalam Teacher Union, tetapi evaluasi guru telah diterapkan di hampir semua prefektur. Sedangkan kebijakan pembaruan lisensi mengajar masih dalam tahap sosialisasi.

Menurunnya kualitas pendidikan di Jepang yang ditandai dengan merosotnya prestasi siswa-siswa SD dan SMP dalam pengujian secara internasional yang dilakukan oleh negara-negara OECD baik dalam PISA maupun TIMMS, diduga akibat ketidakmampuan guru untuk mengantisipasi cepatnya perkembangan masyarakat Jepang dan dunia, serta memahami dinamisnya perubahan ekonomi dan politik.

Kondisi di atas diperburuk dengan meningkatnya kasus kriminal di kalangan siswa, seperti pelecehan antar siswa (ijime), absensi, bunuh diri dan putus sekolah. Berdasarkan kondisi tersebut, MEXT melakukan survey pada tahun 2004 dan diketahui bahwa sekitar 40% guru, terutama guru senior tidak layak untuk mengajar. Tetapi tuduhan ini perlu dibuktikan lebih lanjut, apakah pengajaran di sekolah berefek langsung kepada kasus kriminal tersebut. Kemudian National Comission of Educational Reform (NCER) mengeluarkan Rainbow Plan yaitu rencana pendidikan abad 21. Dengan alasan bahwa guru yang memiliki semangat kerja dan prestasi kerja harus dinilai dan diberi penghargaan, sistem evaluasi guru yang baru diperkenalkan (Takakura & Ono, 2001). Evaluasi guru diperlukan sebagai parameter untuk mengukur pencapaian prestasi kerja guru, sekaligus sebagai titik tolak pengembangan program pendidikan guru selanjutnya (Wan Mo et.al., 1998). Evaluasi guru juga merupakan bagian dari siklus keprofesionalan seseorang ketika dia memutuskan untuk menerjuni profesi guru (Nevo, 1994).

Sistem evaluasi guru di Jepang tersebut dilatarbelakangi oleh unsur politik, yaitu paradigm baru pelayanan public, atau yang dikenal dengan istilah NPM (New Public Management). Sistem ini merupakan salah satu konsep yang dikampanyekan dalam penerapan neo liberalism dalam bidang pemerintahan.

Beberapa prefektur cenderung untuk menerapkan evaluasi guru yang murni untuk meningkatkan kualitas guru dengan cara tidak mengkaitkan hasil penilaian dengan sistem penggajian dan pemberian bonus.

Dengan tujuan yang lebih mengarah kepada fungsi pendidikan daripada fungsi ekonomi, materi penilaian menjadi sangat kompleks, dan beberapa poin menggambarkan gerak reformasi pendidikan di Jepang, yaitu pendidikan yang terbuka dan melibatkan peran serta masyarakat

Dan kebijakan Evaluasi Guru tersebut sangat signifikan telah membuat bidang Pendidikan di Jepang semakin maju, professional, dan menunjang pembangunan secara luar biasa.

b. Pendidikan dan Keterkaitannya dengan Berbagai Sektor Pembangunan

Menjadi sulit jika kita tidak mengutamakan sector pendidikan, meski dengan tujuan untuk keadilan , tidak memandang lebih salah satu sector dalam pembangunan. Dari paparan dan ulasan pada bab-bab sebelumnya diatas, tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan menjadi landasan utama untuk bisa bergerak maju, menciptakan kesamaan pola pikir, tujuan, pada kerja sama dalam Pembangunan negeri ini. Pembangunan tidak akan terlaksana dengan baik tanpa kerja sama yang baik, dan kerjasama yang baik terjadi jika masing-masing individu & kelompok yang terlibat dalam kerjasama itu memiliki kemampuan/potensi yang relative sama. Kepemilikian potensi tersebut bisa dilakukan melalui pendidikan. Karena melalui pendidikan inilah setiap SDM akan menjadi berkompeten/professional di bidangnya masing-masing. Seorang dokter yang professional bisa tercipta melalui pendidikan kedokteran yang berkualitas, tenaga kesehatan memahami pekerjaannya dan mampu melakukannya dengan baik jika didukung oleh pendidikan kesehatan berkualitas yang diperolehnya, seseorang menjadi pakar ekonomi, teknokrat dan lain-lain melalui pendidikan di bidangnya masing-masing. Dan seterusnya. Inilah kenapa pendidikan menjadi sangat penting dan terkait dengan berbagai sector pembangunan. Pendidikan menjadikan pembangunan di sector-sektor lainnya seperti kesehatan, ekonomi, industry dan lain-lain lebih mengena dan berkualitas.

Sebuah masyarakat tidak akan mampu menyerap & memahami maksud dari kebijakan pemerintah terkait sector kesehatan, jika masyarakat tersebut belum memahami tentang kesehatan itu sendiri dan aspek-aspeknya. Contoh sederhana, kebijakan pemerintah berkaitan dengan sanitasi lingkungan, membuang sampah pada tempatnya dan BAB (Buang Air Besar) melalui MCK/WC. Hal ini tidak akan terlaksana dengan baik jika masyarakat tidak memahami maksud buang sampag pada tempatnya bagi kesehatan mereka. Begitu juga dengan BAB melalui WC, apalagi mereka selama ini telah terbiasa BAB di sungai, dan menurut pemahaman mereka semua baik-baik saja. Untuk memahamkan ke mereka terkait ini maka perlu adanya pendidikan terlebih dahulu. Karena situasinya telah terjadi/terlanjur, dimana masyarakat belum paham ketika kebijakan tersebut di sosialisasikan, maka bentuk pendidikan yang paling mungkin adalah capacity building atau penguatan pemahaman pengetahuan masyarakat terkait hal tersebut, baik melalui pelatihan-pelatihan maupun seminar-seminar atau bahkan pendidikan-pendidikan pendek. Semua ini akan menjadi terarah dan teratur jika aspek pendidikan sebelumnya telah menjadi priorotas pembangunan, dimana pemerataan pendidikan telah terjadi di seluruh lapisan masyarakat (contoh Jepang), maka implementasi kebijakan kesehatan tersebut akan lebih mudah dilakukan, bahkan mungkin akan memperoleh feedback yang positive dari masyarakat, karena mereka telah paham. Dan ini akan menjadikan suksesnya kebijakan tersebut. Begitu juga dengan kebijakan-kebijakan aspek ekonomi, transportasi, teknologi dan seterusnya, akan lebih efektif pelaksanaanya jika masyarakat kita telah memiliki bekal pendidikan yang cukup dan merata diseluruh wilayah.



III. KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA (HARAPAN, KENYATAAN, DAN USULAN)

Merujuk pada pengelaman negara Irlandia dan Jepang diatas, khususnya Jepang pada aspek pendidikan, maka ada beberapa hal yang menjadi penekanan-penekanan kebijakan pendidikan yang perlu dilakukan oleh Indonesia.

Untuk konteks pendidikan, para founding fathers kita dulu telah memahami bahwa ini hal yang sangat pendting dalam pembangunan. Mereka tuangkan dalam UUD 1945 melalui pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Berdasarkan pasal 31 daru UUD 1945, yang merupakan rujukan hokum tertinggi tersebut, menyatakan bahwa pendidikan adalah “hak” bagi setiap warga negara. Maka penerjemahan dari pasal tersebut adalah bagaimana Pemerintah membuat kebijakan-kebijakan terkait pendidikan yang berdasar sekaligus mengarah pada pasal tersebut. UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional telah mencoba menterjemahkan pasal 31 UUD 1945 tersebut.

Namun pada kenyataan dilapangan, menjadi gamblang dan ironis saat ini. Bertentangan dengan warna dan semangat dari pasal 31 UUD 1945 tersebut. Berdasarkan pada pasal 31 UUD 1945 dan merujuk pada pengalaman dari negara-negara contoh diatas, khususnya Jepang, maka ada beberapa kenyataan penting yang menjadikan sector pendidikan di Indonesia terhambat, yaitu:

1. “Mahalnya biaya/harga pendidikan”. Terkesan bahwa pendidikan hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang mampu secara ekonomi. Untuk bisa mengenyam pendidikan diperlukan biaya yang tinggi. Untuk level Sekolah Dasar sampai Sekolah Lanjutan saja menjadi sangat berat bagi masyarakat ekonomi menengah kebawah, apalagi dengan banyak anak (lebih dari satu) yang dimiliki dan semuanya berhak untuk memperoleh pendidikan. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, mengenyam pendidikan tinggi di Universitas masih menjadi barang mewah, impian indah yang mahal. Atau harus habis-habisan menjual harta bendanya. Kecuali memperoleh beasiswa, dan ini sangat kecil sekali jumlahnya, dibandingkan ratusan juta penduduk Indonesia.

2. Birokrasi pendidikan Indonesia yang terkesan masih rumit dan tidak ramah public. Lembaga-lembaga pendidikan menjadi wahana eksklusif, khususnya bagi masyarkat tidak mampu/menengah kebawah.

3. Sistem pendidikan Indonesia secara content dan infrastruktur belum mengakomodir keberagaman penduduk Indonesia, termasuk penderita cacat (baik cacat tubuh maupun mental). Sangat sedikit lembaga pendidikan yang memfasilitasi kenyataan ini, dan sama sekali belum mampu menampung kebutuhan yang ada.

4. Rendahnya aksesibilitas sarana pendidikan bagi masyarakat di seluruh Indonesia. Tidak semua masyarakat di pelosok-pelosok negeri mampu mengakses sarana pendidikan yang jauh dari tempat tinggalnya. Tidak sedikit kisah yang menggambarkan bagaiaman anak SD harus berjalan berjam-jam untuk mencapai sekolahnya. Selain jauh, sarana transportasi dan layanan public terkait itu sangat minim.

Usulan solusi-solusi terkait permasalahan yang dihadapi sector pendidikan di Indonesia adalah:

1. Political will dari pemerintah Indonesia terhadap sector pendidikan, berupa kebijakan anggaran, dengan mengalokasikan prioritas anggaran pada sector ini dan sistemnya. Lihat Irlandia dan Jepang. Hal ini diharapkan bisa menjawab permasalahan mahal nya pendidikan dan aksesibilitas sarana pendidikan.

2. Kebijakan pada Reformasi birokrasi pendidikan yang mengarah pada transparansi dan akuntabilitas.

3. Kebijakan penguatan desentralisasi melalui internalisasi sector pendidikan, yang menjadikan prasyarat utama bagi pemerintah daerah dalam menetapkan prioritas pembangunannya.

4. Mendorong terciptanya kemitraan social yang semakin luas dalam pelaksanaan dan pengembangan sector pendidikan.


IV. KESIMPULAN

Sektor pendidikan menjadi sangat penting, ketika negara membutuhkan SDM yang cerdas & berkualitas untuk dapat mengemban amanat pembangunan mencapai masyarakat adil dan makmur. Keberhasilan di sector pendidikan akan berpengaruh signifikan bagi perkembangan di sector-sektor pembangunan lainnya. Begitu juga sebaliknya. Karena pelaku dari pembangunan adalah manusia, masyarakat dari negara tersebut. Jika manusia/SDM nya berkualitas, maka negara tersebut telah memiliki energy luar biasa untuk membangun kesejahteraan dan peradaban yang lebih baik.

Kenyataan pembangunan sector pendidikan di Indonesia masih belum seperti yang diharapkan. Kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya dari apa yang diamanatkan oleh UUD 1945, khususnya pasar 31 ayat 1. Menjadi tugas berat pemerintah untuk mengembalikan nafas dan semangat pembangunan sector pendidikan seperti yang termaktub dalam UUD 1945. Perlu kebijakan-kebijakan pemerintah yang implementatif dan searah dengan semangat UUD 1945 tersebut dalam membangun sector pendidikan untuk menjadi mesin penghasil SDM yang berkualitas.

Banyak contoh yang bisa di adopsi dari negara-negara yang telah sukses di bidang ini, khususnya Jepang (yang memang lebih memiliki keserupaan karakter sejarah & rumpun bangsa, dibanding negara-negara amerika-eropa). Tapi tidak menutup kemungkinan untuk belajar pada negara-negara eropa-amerika yang secara perkembangan politik dan kebangsaanya mengalami hambatan-hambatan seperti di Indonesia, contohnya Irlandia. Terobosan-terobosan dan konsistensi kebijkan-kebijakan public yang mereka lakukan mampu membawa mereka keluar dari kesulitan-kesulitan dan permasalahan yang mereka alami, dan telah membawa mereka menjadi negara-negara dengan prestasi pembangunan yang luar biasa, menjadi sebuah kekuatan yang diperhitungkan dalam percaturan dunia.

Terlepas dari semua pembahasan, dari paparan diatas, ada lima item penting yang harus digarisbawahi pada semua proses pembangunan: yaitu:

1. Pendidikan yang baik & berkualitas, yang akan menghasilkan SDM professional dalam bidangnya masing-masing. Mereka menjadi kekayaan negara paling berharga untuk membangun negara kedepannya.

2. Tata pemerintahan yang baik, dengan nilai-nilai yang diusung adalah transparansi, efektifitas & efisiensi anggaran, administrasi public yang teratur, dan lain-lain, yang diwakilkan pada prinsip good governance.

3. Pelibatan public/rakyat/masyarakat dalam proses pembangunan, termasuk didalamnya perencanaan pembangunan, pembuatan kebijakan-kebijakan berdasarkan kebutuhan public, bergerak secara bottom-up.

4. Pada pelaksanaan pembangunan mengedepankan kerjasama antara pemerintah, private sector dan masyarakat. Dengan kedudukan yang sama-sama berperan penting.

5. Nilai-nilai budaya baik dari masyarakat/rakyat dijadikan pemersatu dan energy dalam bergerak.
,
Dan, pelibatan masyarakat & kemitraan social menjadi penentu keberhasilan dan keberlanjutan prestasi pembangunan sebuah negeri.


DAFTAR PUSTAKA

Chandler, J.A. Comparative Public Administration. Case : The Republic of Ireland (Neil Collins & Mary O’Shea).

http://id.wikipedia.org diakses pada 10 Januari 2012

http://www.antaranews.com/berita/1281882466/zenso-otonomi-daerah-jepang-sebagai-referensi diakses pada 10 Januari 2012

http://www.mlit.go.jp/kokudokeikaku/zs5-e/index.html diakses pada 11 Januari 2012

http://www.gdrc.org/uem/observatory/jp-overview.html diakses pada 11 Januari 2010

Hayo, Masaaki. 2006. Teacher Appraisal and School Evaluation : Trends and Topics in Japan. Paper presented at Symposium on Teacher Appraisal and School Evaluation co-sponsored by British Council and NIER, Nov.16, 2006.

Kooiman, J. (ed), 1993, Modern Governance: New Government-Society Interactions, Sage Publications, London, 2-6, 35-41, 149-157.

Nevo, D. 1994. “How Can Teachers Benefit from Teacher Evaluation ?” Journal of Personnel Evaluation in Education ,Vol. 8, pp 109-117

Ramli Murni, Evaluasi Kebijakan Guru di Jepang; 2008

Savas E.S., 1987, Privatization: The Key to Better Government, Chatham House Publishers, Inc., New Yersey, 3-11, 35-48, 60-62

Takakura, Sho and Ono, Yumika. 2001. Restructuring Teacher Evaluation in Japan : Recent Development in Personnel Management System. Paper presented at the Annual Meeting of the Japan-US Teacher Education Concortium. August 5-8, 2001 at Tacoma, WA

Tarigan, Perubahan Administrasi Publik, 2009




NK-"Earth Hails"

Tidak ada komentar: