Social Icons

Pages

Selasa, 16 Juli 2013

PROGRAM RUMAH RAMAH (R2)

PENANGANAN PENYANDANG DISABILITAS MENTAL PSIKOTIK (PDMP)`
BERBASIS KELUARGA DAN KOMUNITAS
(MELALUI PENDEKATAN PEKERJAAN SOSIAL)


Rasionalisasi

Proses pembangunan yang terjadi selain memberikan banyak pengaruh positif, juga memberikan imbas negative, hal ini sudah menjadi kewajaran, selalu ada dua sisi dalam setiap tindakan. Upaya eliminasi dampak negative menjadi salah satu tugas penting dari upaya Rehabilitasi Sosial. Percepatan pembangunan yang terjadi, ketika tidak bisa diimbangi oleh kesiapan individu-individu yang ada didalamnya, telah mengakibatkan stress dan depresi dalam kesehariannya. Hal ini mengakibatkan permasalahan gangguan jiwa. Perkembangan permasalahan gangguan jiwa atau dalam istilah Kementerian Sosial adalah Penyandang Disabilitas Mental Psikotik, menunjukkan trend peningkatan dari tahun ke tahun.

Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi. Misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau, yang merupakan hambatan dalam melakukan fungsi sosialnya di masyarakat. Diantara jenis psikotik adalah Skizophrenia, yang merupakan gangguan psikotik akut/kronik, dimana orang yang mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri buruk. Semua jenis gangguan jiwa atau mental health/mental illness tersebut itulah oleh Kementerian Sosial disebut sebagai Penyandang Disabilitas Mental Psikotik (PDMP).

Kondisi PDMP sangat labil, rentan dan sebenarnya sangat membutuhkan motivasi/dukungan dari keluarga dan masyarakat. Akan tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan keluarga rata-rata merasa malu mempunyai anggota keluarga yang PDMP, merasa terbebani, lebih suka menyerahkan tanggungjawab ke pihak lain, bahkan merasa keberatan menerima kembali PDMP pasca rehab karena kekhawatiran-kekhawatiran dan rasa malu tadi. Kondisi tersebut akhirnya menjadikan PDMP terlantar atau ditelantarkan, menerima banyak ketidakadilan dan tindak kekerasan, bahkan juga dipasung.

Konvensi Hak Penyandang Cacat yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia melalui UU No. 19 tahun 2011, memberikan perlindungan terhadap pemenuhan kebutuhan hidup layak dari para penyandang disabilitas, termasuk didalamnya penyandang cacat mental psikotik. Konvensi tersebut menyepakati dan menyatakan dengan jelas di Pasal 1, bahwa tujuan dari Konvensi ini adalah untuk memajukan, melindungi, dan menjamin penikmatan semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar secara penuh dan setara oleh semua orang penyandang cacat, dan untuk memajukan penghormatan atas martabat yang melekat pada diri mereka. Orang-orang penyandang cacat termasuk mereka yang memiliki kerusakan fisik, mental, intelektual, atau sensorik jangka panjang yang dalam interaksinya dengan berbagai hambatan dapat merintangi partisipasi mereka dalam masyarakat secara penuh dan efektif berdasarkan pada asas kesetaraan.

Kemudian di Pasal 2 Konvensi tersebut menyatakan bahwa “Akomodasi yang layak” berarti modifikasi dan penyesuaian yang diperlukan dan layak yang tidak memberikan beban yang tidak seimbang atau tidak semestinya ketika diperlukan dalam kasus-kasus tertentu, untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar orang-orang penyandang cacat berdasarkan kesetaraan dengan orang-orang lain. Perbaikan dan peningkatan aksesibilitas dalam pemenuhan kebutuhan kehidupan keseharian menjadi prinsip umum di pasal 3 point ‘f’ sebagai salah satu prinsip konvensi tersebut. Kewajiban Negara yang tertera di Pasal 4 Konvensi tersebut dengan gamblang memastikan bahwa Negara wajib menjamin dan memajukan pemenuhan semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar semua orang penyandang cacat tanpa diskriminasi atas dasar kecacatan mereka semua upaya harus diarahkan secara maksimal dalam pemenuhan hal tersebut.

UU No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial di pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Dan pada pasal 7 ayat 1 point ‘h’ PP No. 39 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, disebutkan adanya Bantuan Sosial dan Asistensi Sosial sebagai bentuk dari Rehabilitasi Sosial.
Semua penjelasan tersebut telah merujuk kepada hak terpenuhinya kebutuhan dasar dari PDMP. Melalui Program Rumah Ramah, diharapkan aspek-aspek kebutuhan dasar PDMP bisa terpenuhi.

Data dan Realita

Jumlah PDMP berat dari data Riskesdas 2007 menyatakan bahwa prevalensi nasional gangguan jiwa berat adalah 0,46 % dari total penduduk, atau lebih dari 1 juta orang. Sementara prevalensi gangguan mental yang sifatnya emosional (seperti depresi, cemas, stress), dengan usia 15 tahun keatas, itu berjumlah 11,6% dari total penduduk, atau sekitar 19 juta orang.

Pada tahun 2012 data penderita gangguan jiwa berat (istilah Kemensos Penyandang Disabilitas Mental Psikotik/PDMP) lebih dari 1 juta jiwa/0,46% dari total penduduk. Dan jumlah penderita gangguan jiwa ringan mencapai 19 juta jiwa/11,6% dari total penduduk Indonesia. Gangguan jiwa ringan ini adalah ketidakstabilan emosional termasuk depresi/stress (data Kemenkes). Dari jumlah tersebut, diantaranya adalah korban pasung. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kemenkes, Diah Setia Utami mengatakan bahwa jumlah pemasungan di Indonesia cukup tinggi, berkisar 18.000 sampai dengan 20.000 kasus pemasungan. Tentu angka-angka tersebut pada konteks sosial adalah angka-angka dipermukaan pada fenomena gunung es. Artinya angka yang sesungguhnya jauh melebihi angka-angka tersebut.

Kemensos bekerja sama dengan Kemenkes terus melakukan penanggulangan issue Pasung ini. Data penanganan yang masuk dari tahun 2010 – 2013 adalah sebagai berikut:

Tahun
Kasus Korban Pasung yang Ditemukan
Korban Pasung yang Telah Dibebaskan
Prosentasi Keberhasilan
Keterangan
2010
383
238
62%

2011
1139
990
87%

2012
880
524
59%

2013
799
456
57%
s.d Mei 2013

Untuk tahun 2013 data yang masuk sampai dengan bulan Mei. Dan ini akan terus di update dari sumber data Kemensos dan Kemenkes.


Total data Korban Pasung yang ditemukan dari 2010 – 2013 adalah 3201 kasus, dan yang dibebaskan 2208 kasus. Berarti keberhasilan bebas pasung adalah 69%. Disandingkan dengan data total korban pasung dari Kemenkes, yaitu sebesar 18.000 kasus, maka kita baru menjangkau 18% saja.

Update data yang masuk ke TRC, sampai dengan Juni ini telah masuk korban pasung yang telah dibebaskan sebanyak 77 orang.

Kesimpulan dalam program bebas pasung 2014, Kemenkes telah merealisasikan 69% dan dukungan dari Kemensos melalui 3 Panti dengan penjangkauan TRC Kemensos adalah 18% dari total orang dengan gangguan jiwa sebanyak 18.000.

Data-data tersebut adalah data yang terakses atau tercatat atau terlaporkan. Pada kontek permasalahan sosial, data yang muncul merupakan fenomena Gunung Es, yang tak terdata jauh lebih banyak dari yang terdata. Dengan program Rumah Ramah (R2) akan bisa menyingkap fakta PDMP yang masih banyak tersembunyi atau belum terungkap, karena mereka berhak memperoleh perlakuan sosial yang sama dan baik.

Disisi lain, realitas/fakta lapangan berupa temuan-temuan, data-data informasi secara langsung maupun melalui media menunjukkan dengan jelas bahwa penyandang disabilitas mental psikotik (PDMP) di Indonesia memperoleh perlakuan yang tidak manusiawi. Mereka dikucilkan dari kehidupan sosial keluarga dan masyarakat, bahkan banyak yang mengalami pemasungan. Seluruh waktu hidupnya berada dibawah naungan stigma yang sangat negative. Dengan semua kondisi tersebut, pemenuhan kebutuhan hidup menjadi sangat terhambat. Penikmatan hak hidup sebagai makhluk sosial telah dirampas. Pelaku perampasan adalah keluarga dan masyarakatnya sendiri karena situasi tertentu dan ketidakpahaman. Mereka tidak diperlakukan sebagai manusia, tetapi sebaliknya. Mereka mengalami diskriminasi yang sangat ekstrem.

Rata-rata keluarga dengan PDMP tidak memahami hal-hal terkait PDMP, dan tidak menyadari pentingnya posisi keluarga bagi kebaikan medis dan sosial dari PDMP. Begitu pula dengan linkungan/komunitas/masyarakat dimana PDMP tinggal. Mereka belum memiliki pemahaman yang benar dan kesadaran pentingnya perlakukan/respon masyarakat terhadap keberadaan PDMP. Melalui program R2 ini semua potensi tersebut akan menjadi bagian yang terintegrasi satu sama lain, untuk melahirkan layanan rehabilitasi sosial terbaik bagi PDMP.


Konsep dan Arah Penanganan PDMP

Konsep penanganan PDMP harus melihat kepada aspek-aspek mendasar yang melatarbelakangi konteks PDMP sebagai berikut:
1.      Pemicu terjadinya DMP (Disabilitas Mental Psikotik) pada umumnya terkait permasalahan eksistensi diri, baik secara sosial maupun ekonomi. Ini terkait dengan hal-hal seperti kehilangan arah pada pencarian jati diri, terjadinya gap antara terbatasnya kemampuan/pemenuh kebutuhan terhadap kebutuhan/harapan yang ingin dipenuhi, dll.
2.    Latarbelakang munculnya PDMP juga diakibatkan karena kondisi kehidupan yang tidak memiliki kesehatan sosial, baik pada level keluarga maupun pada level masyarakat (termasuk didalamnya aparat pemerintahan). Salah satu akibat dari buruknya kesehatan sosial adalah memunculkan kurangnya tanggungjawab sosial.
3.  Konteks PDMP juga diakibatkan oleh lack of knowledge (kurang nya pengetahuan/pemahaman) dari masyarakat terkait DMP.
4.     Disisi lain, tetapi bukan varian yang stabil, DMP diakibatkan oleh kejadian-kejadian sekitar yang mempengaruhi seseorang secara dahsyat, seperti trauma (baik kecelakaan, bencana, dll), juga imbas dari kondisi sosial ekonomi politik negara yang memberikan akibat terhadap keberlangsungan hidup nya. Misalnya peristiwa resesi ekonomi di tahun 1999 an. Permasalahan tidak terletak pada kejadian peristiwa nya, akan tetapi kesiapan individu menghadapi benturan-benturan tersebut.
5.       Adanya factor keturunan. Ini bersifat kecenderungan pada kerentanan terhadap gangguan jiwa/DMP


Detail Program

1.       Nama Program: R2 (Rumah Ramah)
Yaitu Penanganan PDMP berbasis keluarga dan komunitas/masyarakat dimana PDMP tinggal, melalui kegiatan Penyadaran dan Rehabilitasi Sosial, juga berupa penguatan sosial-ekonomi household (keluarga/rumah tangga).

2.       Tujuan Program:
a.       Menempatkan kembali PDMP pada sturktur dan fungsi keluarga yang semestinya, peran, tugas dan eksistensi PDMP dalam keluarga.
b.       Memastikan struktur, fungsi, peran, dan tugas keluarga dalam kaitannya dengan eksistensi PDMP didalam keluarga berjalan dengan baik.
c.       Terpenuhinya kebutuhan PDMP seperti “layaknya” kebutuhan anggota keluarga dari PDMP tersebut.
d.       Mengoptimalkan peran-fungsi Keluarga dan masyarakat terkait keberadaan PDMP

3.       Sasaran
a.       PDMP yang tinggal bersama keluarganya (pasung maupun non-pasung)
b.       Gepeng PDMP
c.       Keluarga PDMP
d.       Masyarakat dan aparat terkait

4.       Model/Jenis Kegiatan
a.       Penyadaran (awareness), berupa:
Sosialisasi dan Diseminasi, diantaranya terdiri dari:
·         Penyebaran pamphlet dan Leaflet
·         Standing banner dan community board
·         Kampanye melalui iklan radio lokal, media massa dan elektronik lainya, juga kampanye langsung seperti di event-event yang dibuat dan atau event yang ada.
·         Rapat-rapat koordinasi, workshop sederhana, community meeting.
·         Kegiatan-kegiatan yang bersifat promote dan inform lainnya yang dilakukan secara terpadu disesuaikan dengan kondisi dan potensi daerah sasaran.
b.       Rehabilitasi Sosial, dalam bentuk:
1)       P3 PDMP (Pemetaan, Penjangkauan dan Pemulangan PDMP), dengan sasaran:
·      PDMP terpasung, kegiatan berupa Pembebasan Pasung. Setelah dibebaskan dipastikan memperoleh rehabilitasi medis Rumah Sakit Jiwa atau sejenisnya, sebelum memperoleh rehabilitasi sosial institusi maupun non institusi.
·      PDMP tinggal bersama keluarga non terpasung. Mengupayakan kombinasi rehabilitasi medic dan sosial di keluarga/tetap di rumah.
·      PDMP Gepeng dan keluarganya. Pengamanan, rehabilitasi medic, pertemuan keluarga, rehabsos.
2)       Pemberian Bantuan Bedah Kamar
Kegiatan ini berupa rehabilitasi kamar/ruangan PDMP menetap. Keperluan hidup normal keseharian dari PDMP seperti tempat tidur yang layak dan sesuai, tempat mandi dan BAK/BAB, serta kebutuhan-kebutuhan keseharian PDMP lainnya.
3)       Pemberian Bantuan Stimulan Ekonomi
Bantuan diberikan sesuai dengan keahlian atau potensi PDMP atau keluarganya atau daerahnya untuk memulai usaha sebagai mata pencaharian kesehariannya, selain sebagai bina mental dan skill, juga agar tercapai kemandirian PDMP.
4)       Pendampingan Sosial
Memastikan kegiatan/program terlaksana dengan baik atau PDMP membaik aspek-aspek kehidupannya.
5)       Monitoring – Evaluasi
Berupa LEO melalui TWD (Learn Each Other melalui Two Way Dialogue) dan FGD.

c.       ARSP (Appreciation, Rewards, and Supporting Program)
1)       Pembentukan paguyuban/perkumpulan keluarga dengan PDMP
2)       PDMP dengan Fungsi Sosial terbaik
3)       Keluarga PDMP punggawa rehabsos
4)       Keluarga PDMP bebas DMP
5)       Desa bebas PDMP
6)       Desa pejuang rehabilitasi PDMP
7)       Penetapan Hari Bebas Pasung

d.       Alur kegiatan
Alur kegiatan atau tahapan pelaksanaan kegiatan mengikuti pola/model pendekatan praktek pekerjaan sosial, yaitu:
1)       Pendekatan Awal
Berupa Identifikasi Sasaran/PDMP melalui Pemetaan dan Penjangkauan
2)       Pengungkapan dan Pemecahan Masalah
Berupa Asesmen PDMP dan Stakeholders terkait PDMP tersebut
3)       Penyusunan Rencana Pemecahan Masalah
Berupa Penetapan intervensi sosial yang akan dilakukan
4)       Pemecahan Masalah
Pelaksanaan kegiatan
5)       Resosialisasi
Berupa Pendampingan atau asistensi sosial terhadap PDMP dan yang terkait PDMP, khususnya keluarganya, dan pada umumnya adalah masyarkat/aparat terkait (Monev antara)
6)       Terminasi
7)       Binjut (Bimbingan Lanjut)
Berupa Monev kegiatan / monev antara
8)       Monitoring Evaluasi Program

e.       Target Capaian/Indikator Keberhasilan
1)       Peningkatan jumlah pembebasan pasung menuju rehab medic dan sosial
2)       Terpenuhinya hak layanan kesehatan jiwa bagi PDMP
3)       Terpenuhinya layanan rehabilitasi sosial bagi PDM
4)       Berkurangnya PDMP Gepeng di wilayah terkait
5)       Meningkatnya kesadaran dan perhatian keluarga terhadap keberadaan anggota keluarganya yang PDMP
6)       Meningkatnya kesadaran dan perhatian masyarakat (termasuk didalamnya aparat pemerintah) terhadap keberadaan warganya yang PDMP
7)       Tumbuh nya organisasi-organisasi nonformal, orsos dan sejenisnya yang concern terhadap isu DMP.

5.       Wilayah Sasaran Program
a.       Wilayah Kalimantan Selatan
1)       Hulu Sungai Tengah
2)       Banjar
3)       Hulu Sungai Utara
b.       Wilayah Jawa Barat
1)       Sukabumi
2)       Bekasi
3)       Cianjur
4)       Bogor
c.       Wilayah Nusa Tenggara Barat
1)       Lombok
2)       Sumbawa
3)       Bima
d.       Wilayah Bengkulu-Jambi
1)       Kota Bengkulu
2)       Kota jambi
3)       Muaro Jambi
4)       Batanghari

6.       Rencana Pelaksanaan Program
Mulai September 2013

7.       Pendanaan
Menyesuaikan / disesuaikan. Tahap awal dari APBN, selanjutnya diharapkan kiprah APBD, atau kombinasi keduanya.

Catatan:
Demikian secara garis besar tentang program Rumah Ramah ini. Program ini tentu sangat bisa cross cutting dengan program-program lain, dan saling menguatkan, baik program yang ada di Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial sendiri, maupun dari Direktorat Jenderal lain, dari Kementerian lain, dan Pemerintahan Daerah, serta lembaga-lembaga internasional.

Program ini berpusat pada PDMP melalui pelaksanaan program berbasis keluarga dan masyarakat. Keluarga sebagai basis utama program, dengan dukungan lingkungan/komunitas/masyarakatnya. Pelaksanaan program menggunakan pendekatan/teknis pekerjaan sosial. Penajaman diarahkan kepada optimalisasi peran dan fungsi keluarga pada konteks PDMP.

Nursyamsu
NK - "Earth Hails"



Tidak ada komentar: