Social Icons

Pages

Jumat, 08 Agustus 2014

Menilik Kembali Manajemen Kinerja Sektor Publik "Berorientasi Hasil" - 1

Mungkin karena sering berkecimpung pada pekerjaan-pekerjaan evaluasi dan pelaporan-pelaporannya, selain lebih banyak belajar, saya juga menemukan banyak kerancuan-kerancuan pada program atau kegiatan-kegiatan yang ada di lembaga yang bergerak di urusan sosial.
Sangat berterimakasih pada kesempatan sekaligus tantangan yang diberikan bekerja di ranah evaluasi seperti ini. Tentu saja tulisan ini tidak untuk menilai atau menguak sisi buruk dari pola manajemen program yang ada, tapi lebih kepada ruang diskusi dan atau sharing untuk kita sama-sama belajar, kontemplasi & mencari solusi terbaik yang semestinya.


Sebagian besar program/kegiatan, target capaian yang ditetapkan sebagai indikator kinerja adalah berada pada level "output", meskipun dari beberapa pembahasan merasa sudah di level outcome dst. Pembahasan terkait ini menunjukkan memang hanya sampai output, itupun berdasarkan serapan anggaran, sangat kuantitatif, jauh dari format target capaian pada kualitas program. Tidak perlu jauh-jauh sampai ke benefit - impact dst, outcome pun belum teridentfikasi secara sistemik. Singkat kata, terlepas dari semua diskursus yang ada, kita mesti mengakui bahwa pemahaman terkait rangkaian sistemik perencanaan & pengukuran kinerja masih belum mapan. Sebut saja diantaranya terkait visi, misi, tujuan, yang kemudian diterjemahkan kedalam strategi. Kemudian strategi ini didalamnya ada sasaran strategik, inisiatif strategik, indikator kinerja dan target kinerja. Setelah itu baru masuk pada penyusunan program, yang diakhiri dengan penyusunan anggaran. Semua rangkaian tersebut sebagai satu kesatuan sistem yang terstruktur dan konstelatif. Perlu disampaikan disini, bahwa tahapan penyusunan anggaran sebenarnya hal yang sudah "given" menyesuaikan bahkan harus menyesuaikan dengan program yang disusun. Bukan sesuatu yang paling krusial dari semua rangkaian tersebut. Faktanya sering kali penyusunan program berdasarkan anggaran yang telah ditetapkan. Penyusunan anggaran sebagai tolok ukur kemapanan keilmuan yang dimiliki SDM. Logikanya tidak bisa diterima sama-sekali, kecuali dengan bahasa "permakluman". Untuk kemudian melahirkan program-program yang kurang sesuai, tidak tepat sasaran, chaos dst itu adalah wajar.

Sebenarnya semua sistem manajemen atau perencanaan itu orientasinya kemana? fokus atau apa yang dicari? tentu semua rangkain tersebut dilakukan agar ada "hasil", hasil disini identik dengan "outcome", sehingga menjadi sesuatu yang semestinya ketika pola "manajemen berorientasi hasil" sebaiknya jadi acuan. Sebagaimana kita pahami bersama dari literatur-literatur yang ada, perkembangan manajemen kinerja sektor publik yang berorientasi pada hasil menjadikan pengukuran "outcome" sebagai hal yang sangat penting. Pengukuran outcome tersebut memungkinkan pemimpin lembaga atau manajer perusahaan lebih mampu mempertanggungjawabkan program kegiatan yang ada secara lebih baik kepada publik/masyarakat dan pemangku kepentingan terkait lainnya. Pengukuran yang hanya fokus mengaduk-aduk dst pada level "input" (seperti staf dan anggaran) dan "output" (aktivitas program, jumlah orang yang dilayani dst) belum mampu menunjukkan efektivitas program. Pengukuran efektivitas menuntut adanya spesifikasi tujuan terhadap hasil yang diharapkan yang pencapaiannya diukur dengan outcome.

Terkait outcome ini, atau lembaga yang akan menerapkan manajemen kinerja berbasis hasil , memang disarankan bahkan disyaratkan untuk memiliki sistem pengukuran outcome. Banyak sistem pengukuran yang bisa diadopsi terkait hal ini, tapi yang jelas sistem pengukuran outcome tersebut harus memberikan informasi mengenai biaya hasil (cost-outcome) dan efektivitas biaya (cost-effectiveness). Biaya hasil ini menginformasikan apakah biaya yang telah dikeluarkan memberikan hasil. Cost-effectiveness memberikan informasi apakah biaya yang dikeluarkan telah mencapai tujuan yang diinginkan....


to be continue

NK -
"Earth Hails"

Tidak ada komentar: