Social Icons

Pages

Jumat, 25 Juli 2014

Tindak Lanjut Mandat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)

PEMETAAN LPKS DI 35 PROVINSI DI INDONESIA
SEBAGAI TINDAK LANJUT DARI MANDAT UU SPPA
JULI 2014

A.       RASIONALISASI
Menindaklanjuti keluarnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), dengan beberapa mandat UU tersebut adalah dialamatkan ke Kementerian Sosial, salah satu respon yang dilakukan Kemensos melalui Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak adlaah melakukan kegiatan Pemetaan LPKS di beberapa wilayah.  Hal ini sebagai pemenuhan kewajiban mandat dari UU SPPA khususnya pasal 105 point f, yang mewajibkan Kementerian Sosial untuk membangun Lembaga Penyelengaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) disetiap provinsi.

Jika ditilik lebih jauh, di UU SPPA terdapat sekitar 19 pasal dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPS yang meberikan mandat kepada Kementerian Sosial, termasuk didalamnya peran LPKS, Pekerja Sosial, dan Tenaga Kesejahteraan Sosial dalam penanganan ABH melalui pendampingan ataupun rehabilitasi sosial, baik ABH sebagai titipan maupun sebagai rujukan.

Merujuk pada situasi saat ini, dimana Kementerian Sosial memiiki keterbatasan anggaran untuk membangun LPKS disetiap Provinsi di Indonesia, maka tanpa mengurangi makna mandat dari UU SPPA, Kementerian Sosia RI melalui Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak (KSA) akan mengarah pada optimalisasi peran institusi terkait anak yang telah dimiliki Ditjen Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosia RI seperti PSMP (Panti Sosial Pamardhi Putra) serta institusi terkait seperti RPSA (Rumah Perlindungan Sosial Anak), PSBR (Panti Sosial Bina Remaja) dan PSAA (Panti Sosia Asuhan Anak), untuk dimaksimalkan peran penanganan ABH didalamnya. Selain itu Direktorat KSA juga melakukan pemetaan di provinsi-provinsi di Indonesia untuk melihat potensi Panti Sosial terkait milik daerah (UPTD) dan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) yang bergerak di penanganan anak, untuk turut serta dalam pelaksanaan penanganan ABH.

B.        TUJUAN PEMETAAN
1.      Evaluasi yang komprehensif data LPKS hasil pemetaan yang disesuaikan kriteria LPKS dan ketersediaan LPKS di masing-masing wilayah.
2.      Mendapatkan pemeringkatan LPKS calon pelaksana rehabilitasi sosial dan penerima titipan maupun rujukan ABH.
3.      Dihasilkan draft Surat Keputusan Menteri Sosial tentang Penunjukkan LPKS penerima titipan dan rujukan ABH


C.        METODOLOGI PEMETAAN
1.      Penelitian Lapangan sederhana melalui survey dan observasi lapangan, bekerjasama dengan Dinas Sosial di masing-masing provinsi untuk melihat kemungkinan Panti Sosial milik daerah/UPTD dan LKS setempat untuk menjadi lembaga pelaksana rehabilitasi sosial dan penerima titipan maupun rujukan ABH.
2.      Melakukan pemeringkatan dan atau skoring dengan indikator-indikator ideal yang dimiliki Panti Sosial milik pusat terkait ABH seperti PSMP.
Penelitian lapangan berupa pemetaan LPKS ini dilakukan dengan dua tahapan kegiatan yaitu:
1.      Sampling
Pengambilan sampling dilakukan di seluruh Provinsi, sebagai mandat dari UU SPPA. Dari masing-masing provinsi di ambil sampling lembaga berdasarkan pada rekomendasi Dinas Sosial di masing-masing Provinsi.
2.      Skoring
Skoring ini dilakukan terhadap 61 “calon” LPKS atau yang berpotensi menjadi LPKS untuk bisa dijadikan LPKS dalam penanganan ABH. 
Skoring calon LPKS ini bertujuan untuk melihat potensi dan kekurangan yang ada pada masing-masing lembaga dengan merujuk kepada 6 kriteria sebagai berikut:
1.                Kelembagaan
2.                SDM
3.                Sarana Prasarana
4.                Program/Jenis Layanan
5.                Koordinasi/partnership
6.                Anggaran

Skoring dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan berikut:
a.      Menetapan aspek penilaian yang terdiri dari 6 aspek: Kelembagaan, SDM, Sarana Prasarana, Program/Jenis Layanan, Koordinasi dan Anggaran.
b.  Masing-masing aspek di breakdown menjadi beberapa item indikator yang menunjukan eksistensi dari aspek penilaian tersebut.
c.       Kemudian dilakukan pembobotan/skoring berdasarkan bobot aspek dan bobot indikator
d.    Dari hasil bobot aspek dan bobot indikator dari masing-masing calon LPKS akan terlihat skoring dari masing-masing calon LPKS, dan menghasilkan urutan skoring dari masing-masin calon LPKS yang dilihat dari bobot aspek dan bobot indikatornya.
e.      Penetapan rekomendasi berdasarkan pembobotan tersebut.


D.       LOKASI PEMETAAN
Di semua provinsi di Indonesia (35 Provinsi)

E.        HASIL PEMETAAN & SKORING (Terlampir)
1.      Lampiran 1 adalah Tabel Skoring 61 Calon LPKS untuk ABH
2.      Lampiran 2 adalah Rekap hasil Skoring 61 Calon LPKS untuk ABH
Summarize:



F.         TINDAK LANJUT JANGKA PENDEK
1.      Pertemuan keseluruhan perwakilan Calon LPKS se-Indonesia, untuk re-mapping dan verifikasi-validasi, di Bandung.
2.      Bintap Peksos/TKS LPKS Regional Barat, di Jogyakarta
3.      Bintap Peksos/TKS LPKS Regional Timur, di NTB
4.      Penyelesaian draft Permensos pelaksanaan ABH terkait SPPA
5.      Penyelesaian draft Pedoman Penanganan ABH terkait SPPA

Appendix 1
Pemetaan ini dilakukan melalui metodologi Penelitian Lapangan sederhana. Penelitian lapangan dilakukan untuk mengetahui, mempelajari, memahami atau menggambarkan objek penelitian. Penelitian lapangan dapat digunakan untuk mengidentifikasi berbagai aspek yang ingin dinilai, termasuk misalnya aspek-aspek dari organisasi. Rata-rata penelitian lapangan dilakukan berdasarkan lokasi ataupun topik penelitian lapangan. Beberapa contoh penelitian lapangan dan aspek-aspeknya (W. Lawrence Neuman dalam Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif & Kuantitatif, edisi-7) diantaranya sebagai berikut:
1.         Latar berskala kecil
a.         Penampungan wanita korban kekerasan
b.         Organisasi pergerakan sosial
c.          Kantor kesejahteraan sosial
d.         Dll
2.         Latar Komunitas
a.         Komunitas pensiunan
b.         Komunitas anak nakal
c.          Dll
3.         Latar Aktivitas Anak
a.         Taman bermain
b.         Remaja di Sekolah
c.          Anak jalanan
d.         Dll
4.         Latar Pekerjaan
a.         Pekerja Sosial
b.         Tenaga Kesejahteraan Sosial
c.          Dll
5.         Latar Penyimpangan dan Aktivitas Kriminal
a.         Bandar Narkoba
b.         Prostitusi
c.          Anak nakal atau anak berhadapan dengan hukum (ABH)
d.         Gelandangan/tunawisma
e.         Dll
6.         Latar Medis & Peristiwa Terkait Medis
a.         Unit gawat darurat
b.         Unit perawatan insentif
c.          Dll
(Itu beberapa contoh saja dari latar belakang yang dijadikan fokus dalam penelitian lapangan).
Appendix II
1.         Bahan-bahan terkait



NK - "Earth Hails"

Tidak ada komentar: