PENANGANAN PENYANDANG
DISABILITAS MENTAL PSIKOTIK (PDMP)`
BERBASIS
KELUARGA DAN KOMUNITAS
(MELALUI
PENDEKATAN PEKERJAAN SOSIAL)
Rasionalisasi
Proses pembangunan
yang terjadi selain memberikan banyak pengaruh positif, juga memberikan imbas
negative, hal ini sudah menjadi kewajaran, selalu ada dua sisi dalam setiap
tindakan. Upaya eliminasi dampak negative menjadi salah satu tugas penting dari
upaya Rehabilitasi Sosial. Percepatan pembangunan yang terjadi, ketika tidak
bisa diimbangi oleh kesiapan individu-individu yang ada didalamnya, telah
mengakibatkan stress dan depresi dalam kesehariannya. Hal ini mengakibatkan
permasalahan gangguan jiwa. Perkembangan permasalahan gangguan jiwa atau dalam
istilah Kementerian Sosial adalah Penyandang Disabilitas Mental Psikotik, menunjukkan
trend peningkatan dari tahun ke tahun.
Psikotik adalah gangguan
jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang
terjadi. Misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau, yang
merupakan hambatan dalam melakukan fungsi sosialnya di masyarakat. Diantara
jenis psikotik adalah Skizophrenia, yang merupakan gangguan psikotik
akut/kronik, dimana orang yang mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan
baik dan pemahaman diri buruk. Semua jenis gangguan jiwa atau mental
health/mental illness tersebut itulah oleh Kementerian Sosial disebut sebagai
Penyandang Disabilitas Mental Psikotik (PDMP).
Kondisi PDMP sangat
labil, rentan dan sebenarnya sangat membutuhkan motivasi/dukungan dari keluarga
dan masyarakat. Akan tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan keluarga
rata-rata merasa malu mempunyai anggota keluarga yang PDMP, merasa terbebani,
lebih suka menyerahkan tanggungjawab ke pihak lain, bahkan merasa keberatan
menerima kembali PDMP pasca rehab karena kekhawatiran-kekhawatiran dan rasa
malu tadi. Kondisi tersebut akhirnya menjadikan PDMP terlantar atau
ditelantarkan, menerima banyak ketidakadilan dan tindak kekerasan, bahkan juga
dipasung.
Konvensi Hak
Penyandang Cacat yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia melalui UU No. 19
tahun 2011, memberikan perlindungan terhadap pemenuhan kebutuhan hidup layak
dari para penyandang disabilitas, termasuk didalamnya penyandang cacat mental
psikotik. Konvensi tersebut menyepakati dan menyatakan dengan jelas di Pasal 1,
bahwa tujuan dari
Konvensi ini adalah untuk memajukan, melindungi, dan menjamin penikmatan semua
hak asasi manusia dan kebebasan mendasar secara penuh dan setara oleh semua
orang penyandang cacat, dan untuk memajukan penghormatan atas martabat yang
melekat pada diri mereka. Orang-orang penyandang cacat termasuk mereka yang
memiliki kerusakan fisik, mental, intelektual, atau sensorik jangka panjang
yang dalam interaksinya dengan berbagai hambatan dapat merintangi partisipasi mereka
dalam masyarakat secara penuh dan efektif berdasarkan pada asas kesetaraan.
Kemudian di Pasal 2
Konvensi tersebut menyatakan bahwa “Akomodasi
yang layak” berarti modifikasi dan penyesuaian yang diperlukan dan layak yang
tidak memberikan beban yang tidak seimbang atau tidak semestinya ketika
diperlukan dalam kasus-kasus tertentu, untuk menjamin penikmatan atau
pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar orang-orang
penyandang cacat berdasarkan kesetaraan dengan orang-orang lain.
Perbaikan dan peningkatan aksesibilitas dalam pemenuhan kebutuhan kehidupan
keseharian menjadi prinsip umum di pasal 3 point ‘f’ sebagai salah satu prinsip
konvensi tersebut. Kewajiban Negara yang tertera di Pasal 4 Konvensi tersebut
dengan gamblang memastikan bahwa Negara wajib menjamin dan memajukan pemenuhan semua hak asasi manusia
dan kebebasan mendasar semua orang penyandang cacat tanpa diskriminasi atas
dasar kecacatan mereka semua upaya harus diarahkan secara
maksimal dalam pemenuhan hal tersebut.
UU No. 11 tahun
2009 tentang Kesejahteraan Sosial di pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa
Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan
seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi
sosialnya secara wajar. Dan pada pasal 7 ayat 1 point ‘h’ PP No. 39 tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, disebutkan adanya Bantuan Sosial
dan Asistensi Sosial sebagai bentuk dari Rehabilitasi Sosial.
Semua penjelasan
tersebut telah merujuk kepada hak terpenuhinya kebutuhan dasar dari PDMP.
Melalui Program Rumah Ramah, diharapkan aspek-aspek kebutuhan dasar PDMP bisa
terpenuhi.
Data
dan Realita
Jumlah PDMP berat
dari data Riskesdas 2007 menyatakan bahwa prevalensi nasional gangguan jiwa
berat adalah 0,46 % dari total penduduk, atau lebih dari 1 juta orang.
Sementara prevalensi gangguan mental yang sifatnya emosional (seperti depresi,
cemas, stress), dengan usia 15 tahun keatas, itu berjumlah 11,6% dari total
penduduk, atau sekitar 19 juta orang.
Pada tahun 2012 data
penderita gangguan jiwa berat (istilah Kemensos Penyandang Disabilitas Mental
Psikotik/PDMP) lebih dari 1 juta jiwa/0,46% dari total penduduk. Dan jumlah
penderita gangguan jiwa ringan mencapai 19 juta jiwa/11,6% dari total penduduk
Indonesia. Gangguan jiwa ringan ini adalah ketidakstabilan emosional termasuk
depresi/stress (data Kemenkes). Dari jumlah tersebut, diantaranya adalah korban
pasung. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kemenkes, Diah Setia Utami mengatakan
bahwa jumlah pemasungan di Indonesia cukup tinggi, berkisar 18.000 sampai
dengan 20.000 kasus pemasungan. Tentu angka-angka tersebut pada konteks sosial
adalah angka-angka dipermukaan pada fenomena gunung es. Artinya angka yang
sesungguhnya jauh melebihi angka-angka tersebut.
Kemensos
bekerja sama dengan Kemenkes terus melakukan penanggulangan issue Pasung ini.
Data penanganan yang masuk dari tahun 2010 – 2013 adalah sebagai berikut:
Tahun
|
Kasus
Korban Pasung yang Ditemukan
|
Korban
Pasung yang Telah Dibebaskan
|
Prosentasi
Keberhasilan
|
Keterangan
|
2010
|
383
|
238
|
62%
|
|
2011
|
1139
|
990
|
87%
|
|
2012
|
880
|
524
|
59%
|
|
2013
|
799
|
456
|
57%
|
s.d
Mei 2013
|
Untuk
tahun 2013 data yang masuk sampai dengan bulan Mei. Dan ini akan terus di
update dari sumber data Kemensos dan Kemenkes.
Total data Korban Pasung yang ditemukan dari 2010 – 2013 adalah 3201 kasus, dan yang dibebaskan 2208 kasus. Berarti keberhasilan bebas pasung adalah 69%. Disandingkan dengan data total korban pasung dari Kemenkes, yaitu sebesar 18.000 kasus, maka kita baru menjangkau 18% saja.
Update
data yang masuk ke TRC, sampai dengan Juni ini telah masuk korban pasung yang
telah dibebaskan sebanyak 77 orang.
Kesimpulan dalam
program bebas pasung 2014, Kemenkes telah merealisasikan 69% dan dukungan dari
Kemensos melalui 3 Panti dengan penjangkauan TRC Kemensos adalah 18% dari total
orang dengan gangguan jiwa sebanyak 18.000.
Data-data tersebut
adalah data yang terakses atau tercatat atau terlaporkan. Pada kontek
permasalahan sosial, data yang muncul merupakan fenomena Gunung Es, yang tak
terdata jauh lebih banyak dari yang terdata. Dengan program Rumah Ramah (R2) akan
bisa menyingkap fakta PDMP yang masih banyak tersembunyi atau belum terungkap,
karena mereka berhak memperoleh perlakuan sosial yang sama dan baik.
Disisi lain, realitas/fakta
lapangan berupa temuan-temuan, data-data informasi secara langsung maupun
melalui media menunjukkan dengan jelas bahwa penyandang disabilitas mental
psikotik (PDMP) di Indonesia memperoleh perlakuan yang tidak manusiawi. Mereka
dikucilkan dari kehidupan sosial keluarga dan masyarakat, bahkan banyak yang
mengalami pemasungan. Seluruh waktu hidupnya berada dibawah naungan stigma yang
sangat negative. Dengan semua kondisi tersebut, pemenuhan kebutuhan hidup
menjadi sangat terhambat. Penikmatan hak hidup sebagai makhluk sosial telah
dirampas. Pelaku perampasan adalah keluarga dan masyarakatnya sendiri karena
situasi tertentu dan ketidakpahaman. Mereka tidak diperlakukan sebagai manusia,
tetapi sebaliknya. Mereka mengalami diskriminasi yang sangat ekstrem.
Rata-rata keluarga
dengan PDMP tidak memahami hal-hal terkait PDMP, dan tidak menyadari pentingnya
posisi keluarga bagi kebaikan medis dan sosial dari PDMP. Begitu pula dengan
linkungan/komunitas/masyarakat dimana PDMP tinggal. Mereka belum memiliki
pemahaman yang benar dan kesadaran pentingnya perlakukan/respon masyarakat
terhadap keberadaan PDMP. Melalui program R2 ini semua potensi tersebut akan
menjadi bagian yang terintegrasi satu sama lain, untuk melahirkan layanan
rehabilitasi sosial terbaik bagi PDMP.
Konsep
dan Arah Penanganan PDMP
Konsep penanganan
PDMP harus melihat kepada aspek-aspek mendasar yang melatarbelakangi konteks
PDMP sebagai berikut:
1. Pemicu
terjadinya DMP (Disabilitas Mental Psikotik) pada umumnya terkait permasalahan eksistensi
diri, baik secara sosial maupun ekonomi. Ini terkait dengan hal-hal seperti
kehilangan arah pada pencarian jati diri, terjadinya gap antara terbatasnya
kemampuan/pemenuh kebutuhan terhadap kebutuhan/harapan yang ingin dipenuhi,
dll.
2. Latarbelakang
munculnya PDMP juga diakibatkan karena kondisi kehidupan yang tidak memiliki
kesehatan sosial, baik pada level keluarga maupun pada level masyarakat
(termasuk didalamnya aparat pemerintahan). Salah satu akibat dari buruknya
kesehatan sosial adalah memunculkan kurangnya tanggungjawab sosial.
3. Konteks
PDMP juga diakibatkan oleh lack of knowledge (kurang nya pengetahuan/pemahaman)
dari masyarakat terkait DMP.
4. Disisi
lain, tetapi bukan varian yang stabil, DMP diakibatkan oleh kejadian-kejadian
sekitar yang mempengaruhi seseorang secara dahsyat, seperti trauma (baik
kecelakaan, bencana, dll), juga imbas dari kondisi sosial ekonomi politik
negara yang memberikan akibat terhadap keberlangsungan hidup nya. Misalnya
peristiwa resesi ekonomi di tahun 1999 an. Permasalahan tidak terletak pada
kejadian peristiwa nya, akan tetapi kesiapan individu menghadapi
benturan-benturan tersebut.
5. Adanya
factor keturunan. Ini bersifat kecenderungan pada kerentanan terhadap gangguan
jiwa/DMP
Detail
Program
1. Nama Program: R2 (Rumah Ramah)
Yaitu
Penanganan PDMP berbasis keluarga dan komunitas/masyarakat dimana PDMP tinggal,
melalui kegiatan Penyadaran dan Rehabilitasi Sosial, juga berupa penguatan
sosial-ekonomi household (keluarga/rumah tangga).
2.
Tujuan
Program:
a.
Menempatkan kembali PDMP pada sturktur
dan fungsi keluarga yang semestinya, peran, tugas dan eksistensi PDMP dalam
keluarga.
b.
Memastikan struktur, fungsi, peran,
dan tugas keluarga dalam kaitannya dengan eksistensi PDMP didalam keluarga
berjalan dengan baik.
c.
Terpenuhinya kebutuhan PDMP seperti
“layaknya” kebutuhan anggota keluarga dari PDMP tersebut.
d.
Mengoptimalkan peran-fungsi Keluarga
dan masyarakat terkait keberadaan PDMP
3.
Sasaran
a.
PDMP yang tinggal bersama keluarganya
(pasung maupun non-pasung)
b.
Gepeng PDMP
c.
Keluarga PDMP
d.
Masyarakat dan aparat terkait
4.
Model/Jenis
Kegiatan
a.
Penyadaran (awareness), berupa:
Sosialisasi dan Diseminasi,
diantaranya terdiri dari:
·
Penyebaran pamphlet dan Leaflet
·
Standing banner dan community board
·
Kampanye melalui iklan radio lokal, media
massa dan elektronik lainya, juga kampanye langsung seperti di event-event yang
dibuat dan atau event yang ada.
·
Rapat-rapat koordinasi, workshop
sederhana, community meeting.
·
Kegiatan-kegiatan yang bersifat
promote dan inform lainnya yang dilakukan secara terpadu disesuaikan dengan kondisi
dan potensi daerah sasaran.
b.
Rehabilitasi Sosial, dalam
bentuk:
1)
P3 PDMP (Pemetaan, Penjangkauan dan
Pemulangan PDMP), dengan sasaran:
· PDMP
terpasung, kegiatan berupa Pembebasan Pasung. Setelah dibebaskan dipastikan
memperoleh rehabilitasi medis Rumah Sakit Jiwa atau sejenisnya, sebelum
memperoleh rehabilitasi sosial institusi maupun non institusi.
· PDMP
tinggal bersama keluarga non terpasung. Mengupayakan kombinasi rehabilitasi
medic dan sosial di keluarga/tetap di rumah.
· PDMP
Gepeng dan keluarganya. Pengamanan, rehabilitasi medic, pertemuan keluarga,
rehabsos.
2)
Pemberian Bantuan Bedah Kamar
Kegiatan ini berupa rehabilitasi
kamar/ruangan PDMP menetap. Keperluan hidup normal keseharian dari PDMP seperti
tempat tidur yang layak dan sesuai, tempat mandi dan BAK/BAB, serta
kebutuhan-kebutuhan keseharian PDMP lainnya.
3)
Pemberian Bantuan Stimulan Ekonomi
Bantuan diberikan sesuai dengan
keahlian atau potensi PDMP atau keluarganya atau daerahnya untuk memulai usaha
sebagai mata pencaharian kesehariannya, selain sebagai bina mental dan skill,
juga agar tercapai kemandirian PDMP.
4)
Pendampingan Sosial
Memastikan kegiatan/program terlaksana
dengan baik atau PDMP membaik aspek-aspek kehidupannya.
5)
Monitoring – Evaluasi
Berupa LEO melalui TWD (Learn Each
Other melalui Two Way Dialogue) dan FGD.
c.
ARSP (Appreciation, Rewards, and
Supporting Program)
1)
Pembentukan paguyuban/perkumpulan
keluarga dengan PDMP
2)
PDMP dengan Fungsi Sosial terbaik
3)
Keluarga PDMP punggawa rehabsos
4)
Keluarga PDMP bebas DMP
5)
Desa bebas PDMP
6)
Desa pejuang rehabilitasi PDMP
7)
Penetapan Hari Bebas Pasung
d.
Alur kegiatan
Alur kegiatan atau tahapan pelaksanaan
kegiatan mengikuti pola/model pendekatan praktek pekerjaan sosial, yaitu:
1)
Pendekatan Awal
Berupa Identifikasi Sasaran/PDMP
melalui Pemetaan dan Penjangkauan
2)
Pengungkapan dan Pemecahan Masalah
Berupa Asesmen PDMP dan Stakeholders
terkait PDMP tersebut
3)
Penyusunan Rencana Pemecahan Masalah
Berupa Penetapan intervensi sosial
yang akan dilakukan
4)
Pemecahan Masalah
Pelaksanaan kegiatan
5)
Resosialisasi
Berupa Pendampingan atau asistensi
sosial terhadap PDMP dan yang terkait PDMP, khususnya keluarganya, dan pada
umumnya adalah masyarkat/aparat terkait (Monev antara)
6)
Terminasi
7)
Binjut (Bimbingan Lanjut)
Berupa Monev kegiatan / monev antara
8)
Monitoring Evaluasi Program
e.
Target Capaian/Indikator
Keberhasilan
1)
Peningkatan jumlah pembebasan pasung
menuju rehab medic dan sosial
2)
Terpenuhinya hak layanan kesehatan
jiwa bagi PDMP
3)
Terpenuhinya layanan rehabilitasi sosial
bagi PDM
4)
Berkurangnya PDMP Gepeng di wilayah
terkait
5)
Meningkatnya kesadaran dan perhatian
keluarga terhadap keberadaan anggota keluarganya yang PDMP
6)
Meningkatnya kesadaran dan perhatian
masyarakat (termasuk didalamnya aparat pemerintah) terhadap keberadaan warganya
yang PDMP
7)
Tumbuh nya organisasi-organisasi
nonformal, orsos dan sejenisnya yang concern terhadap isu DMP.
5.
Wilayah
Sasaran Program
a.
Wilayah Kalimantan Selatan
1)
Hulu Sungai Tengah
2)
Banjar
3)
Hulu Sungai Utara
b.
Wilayah Jawa Barat
1)
Sukabumi
2)
Bekasi
3)
Cianjur
4)
Bogor
c.
Wilayah Nusa Tenggara Barat
1)
Lombok
2)
Sumbawa
3)
Bima
d.
Wilayah Bengkulu-Jambi
1)
Kota Bengkulu
2)
Kota jambi
3)
Muaro Jambi
4)
Batanghari
6. Rencana Pelaksanaan
Program
Mulai
September 2013
7.
Pendanaan
Menyesuaikan / disesuaikan. Tahap awal dari APBN, selanjutnya diharapkan kiprah APBD, atau kombinasi keduanya.
Catatan:
Demikian
secara garis besar tentang program Rumah Ramah ini. Program ini tentu sangat
bisa cross cutting dengan program-program lain, dan saling menguatkan, baik
program yang ada di Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial sendiri, maupun
dari Direktorat Jenderal lain, dari Kementerian lain, dan Pemerintahan Daerah,
serta lembaga-lembaga internasional.
Program
ini berpusat pada PDMP melalui pelaksanaan program berbasis keluarga dan
masyarakat. Keluarga sebagai basis utama program, dengan dukungan lingkungan/komunitas/masyarakatnya.
Pelaksanaan program menggunakan pendekatan/teknis pekerjaan sosial. Penajaman
diarahkan kepada optimalisasi peran dan fungsi keluarga pada konteks PDMP.
NK - "Earth Hails"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar