1. Rasionalisasi
Kasus
penyalahgunaan NARKOBA di Indonesia hingga saat ini belum menunjukkan
keberhasilan yang signifikan. Berita tentang penyalahgunaan NARKOBA, baik
pengedar maupun pengguna terus bergulir dari berbagai media massa. Apa yang
kita dengar dan lihat itu belum seluruhnya, karena lebih banyak lagi kasus
serupa yang tidak tercium oleh media. Penyalahgunaan NARKOBA tidak terpaut pada
usia, meski angka statistik menunjukkan angka tertinggi pelaku penyalahgunaan narkoba
terjadi pada usia 16 – 30 tahun. Pada konteks tersebut, penyalahgunaan narkoba
berdampak sangat signifikan dengan pertumbuhan Human Index, sehingga sumber
daya manusia menjadi semakin rendah. Pertanyaan yang muncul diantaranya adalah
“siapa pihak yang paling bertanggung jawab dalam hal penyalahgunaan narkoba
ini?. Sejauh ini, Pemerintah telah berupaya melakukan kewajiban-kewajiban
seperti layaknya undang-undang dan peraturan yang telah dibuat dan dijalankan.
Berbagai capaian telah diraih, namun upaya itu belum juga mampu menyelesaikan
permasalahan Narkoba ini secara komprehensif.
Berbagai
upaya sosialisasi, edukasi, dan program-program terkait Narkoba yang dilakukan
pemerintah telah memberikan pemahaman yang semakin baik kepada masyarakat terhadap
resiko penyalahgunaan narkoba. Ini menjadi salah satu kekuatan dalam
implementasi program-program terhadap issue Narkoba selanjutnya. Termasuk
melalui upaya-upaya pemberdayaan di masyarakat. Hal ini menjadi penting karena
dampak penyalahgunaan narkoba sangat luas, tidak hanya pada pengguna, namun
juga keluarga dan lingkungan sekitarnya. Menyangkut masa depan pengguna,
keluarganya, dan masyarakat itu sendiri.
Studi
disertasi ini akan melihat konstelasi pemberdayaan melalui potensi modal sosial
yang ada di masayarakat mampu meningkatkan resiliensi terhadap penyalahgunaan
narkoba. Ini sangat krusial karena resiliensi merupakan potensi karakter
individu dam masyarakat untuk mampu bertahan dan melewati semua kesulitan,
hambatan dan bahkan keterperosokan untuk kembali menjadi kesuksesan-kesuksesan.
salah satu aspek penting dan sejauh mana pemberdayaan yang dilakukan melalui
modal sosial masyarakat mampu meningkatkan resiliensi terhadap penyalahgunaan
narkoba.
Disisi
lain, Panti atau tempat rehabilitasi tidak menjamin pengguna narkoba untuk
sembuh total apabila tidak memiliki niat sendiri bahwa dirinya akan berhasil
sembuh. Saat sudah dinyatakan sembuh dan keluar dari rehabilitasi, resiko
relapse dapat terjadi jika mantan pengguna narkoba kembali bergaul dengan teman
sesama pengguna NAPZA. Pada fakta dan konteks seperti inilah resiliensi sangat
dibutuhkan.
Secara harfiah kata,
resiliensi berarti kelenturan atau daya lentur. Dalam dunia psikologi, resiliensi
menggambarkan kemampuan seseorang, kelompok atau masyarakat untuk menghadapi,
mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak negative dari kondisi
yang tidak menyenangkan. Resiliensi adalah
kemampuan individu dalam mengatasi tantangan hidup serta mempertahankan
kesehatan dan energi yang baik sehingga dapat melanjutkan hidup secara sehat. Dengan kata lain
kemampuan untuk tetap teguh dan beradaptasi dalam keadaan sulit”. Grothberg
(1995; 10) menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk
menilai, mengatasi, dan meningkatkan diri ataupun mengubah dirinya dari
keterpurukan atau kesengsaraan dalam hidup. Reivich dan Shatte (1999; 26) juga
berpendapat bahwa resiliensi adalah kapasitas untuk merespon secara sehat dan
produktif ketika menghadapi kesulitan atau trauma, dimana hal itu penting untuk
mengelola tekanan hidup sehari-hari.
Memaksimalkan modal
sosial masyarakat dengan upaya pemberdayaan masyarakat, merupakan salah satu
aspek pijakan untuk meningkatkan resiliensi pengalahgunaan narkoba.
Pemberdayaan yang dimaksud adalah proses peningkatan kapasitas individu atau
kelompok untuk memilih dan mengubah pilihan tersebut kepada tindakan dan hasil
yang diinginkan. Pusat proses ini adalah tindakan yang dibangun oleh individu
dan asset kolektif, dan meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam konteks
organisasi dan lembaga yang akan memanfaatkan asset ini.
Banyak
sekali strategi pemberdayaan yang diinisiasi oleh masyarakat, pemerintah,
masyarakat sipil, atau pihak swasta. Dari sekian banyak strategi tersebut, ada
elemen yang tidak pernah hilang dari upaya pemberdayaan, yakni, empat hal:
Akses terhadap informasi, keterlibatan dan partisipasi, akuntabilitas serta
kapasitas organisasi lokal. Meskipun keempat elemen ini dilakukan secara terpisah,
namun mereka saling bersinergi.
Pemberdayaan
yang dilakukan adalah terhadap kemampuan bersama masyarakat, nilai jaringan
sosial, hubungan sosial, serta keterkaitan antara warga masyarakat yang disebut
juga sebagai Modal Sosial. Dimana, kekuatan modal sosial ini yang harus digali,
dikenali dan menjadi modal untuk menentukan sikap masyarakat terhadap suatu
permasalahan sosial di sekitarnya. Pemahaman tentang pemberdayaan adalah
berdaya, dalam bahasa inggris disebutkan ‘empowerment’, yaitu menggali kembali kekuatan
atau ‘power’. Ini yang menjadi titik dasar, yakni adanya kekuatan yang tidak
statis, yang bisa berubah. Kekuatan bukan berarti pemegang kendali oleh satu
orang atau kelompok untuk mengubah orang lain menjadi seperti apa yang kita
inginkan, namun kekuatan yang dimaksud adalah komoditas yang mampu memberikan
pengaruh kepada semua orang untuk mencapai tujuan bersama.
Jika
masyarakat telah memahami kekuatan bersama dan membuat suatu tujuan bersama
dengan kekuatan tersebut, artinya masyarakat telah berdaya, di sinilah modal
sosial bermain untuk merespon segala gejala sosial yang muncul. Keberdayaan
masyarakat dan pemahaman bersama terhadap pengaruh negatif dari penyalahgunaan
narkoba diharapkan mampu meningkatkan daya lentur masyarakat terhadap kasus ini.
Sehingga, masyarakat menjadi pengawas serta sensitive terhadap permasalahan
sosial ini.
Kesadaran
bersama masyarakat dan pemahaman yang sama terhadap permasalahan penyalahgunaan
narkoba, sudah semestinya menjadi control terkuat terhadap masalah ini. Permasalahannya
terletak pada kesadaran masyarakat pada hubungan individu dengan individu
lainnya, hubungan individu dengan informasi, hubungan individu dengan
masyarakat sekitarnya, serta hubungan masyarakat dengan informasi yang selaras.
Oleh karena itu, masyarakat harus memahami betul kekuatan yang mereka miliki
untuk menjadi modal sosial dalam memaksimalkan resiliensi terhadap
penyalahgunaan narkoba. Basic gerakan pemikiran dan implementasi program untuk
hal ini adalah “awareness” terhadap Narkoba.
2. Tinjauan Pustaka (diantaranya)
- Definisi Pemberdayaan
- Definisi Korban Penyalahgunaan Narkoba
- Definisi Norkoba
- Definisi Modal Sosial
3. Identifikasi Masalah
Data
dari BNN menunjukkan adanya peningkatan penyalahgunaan Narkoba. Setiap tahun
pecandu narkoba di Indonesia meningkat, lima tahun lalu pengguna narkoba
sekitar 1,8 % dari total penduduk, saat ini (tahun 2012) meningkat menjadi sekitar 2,2 %, atau 3,8
juta jiwa. (Sekretaris Utama BNN, Bambang Abimanyu pada peresmian gedung Badan
Narkotika Kabupaten Kendal, 24 April 2012). Bahkan Bambang menyatakan bahwa
sebagian besar para pengguna tersebut adalah pelajar. Dan angka-angka tersebut
adalah angka-angka yang terdata, yang tidak terdata bisa jadi lebih banyak.
Semakin gencarnya penanganan Narkoba, belum menyurutkan angka pengguna narkoba,
ini konteks permasalahannya.
Hasil
dari Survey Rumah tangga 2010, kerjasama Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
Indonesia dan BNN Republik Indonesai, menyebutkan bahwa pengguna narkoba di
kost-kostan lebih banyak dari pada mereka yang tinggal di rumah bersama
keluarga, dengan kelompok umur terbesar 20-29 tahun. Meskipun ada pengguna
Narkoba yang tinggal bersama keluarga, namun fakta ini menunjukkan bahwa
control keluarga masih sangat signifikan untuk menekan penggunaan Narkoba.
Sementara
disisi lain. Program-program penanggulangan Narkoba pun semakin gencar,
berbagai pendekatan dan proyek dilakukan, namun tidak menyurutkan jumlah
penyandang masalah Narkoba, yang ada malah semakin meningkat dari tahun ke
tahun.
Regulasi
terkait narkoba pun sudah pemerintah akomodasi, seperti Undang-Undang Nomor 35
tahun 2009 tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang
psikotropika, Peraturan Presiden Nomor 23 tahun 2010 tentang Badan Narkotika
Nasional, Instruksi Presiden nomor 12 tahun 2011, pelaksanaan kebijakan dan
strategi nasional pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba tahun 2011 – 2015. Pada level internasional ada UN Convention
Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substance, 1998, dan
SAARC Convention on Narcotic Drugs and Psychotropic Substance, South ASEAN Association
for Regional Cooperation.
4.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka rumusan-rumusan masalah
dapat diuraikan sebagai berikut:
- Bagaimana
korelasi antara Modal Sosial masyarakat dan peningkatan resiliensi terhadap
penyalahgunaan Narkoba?
- Bagaimana
pengaruh Modal Sosial Masyarakat dalam pengembangan perilaku social anti-narkoba?
- Model
pemberdayaan seperti apa yang bisa dilakukan dengan modal social
masyarakat untuk meningkatkan resiliensi terhadap penyalahgunaan narkoba?
- Faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi peningkatan resiliensi pada konteks
penyalahgunaan Narkoba?
5.
Maksud
dan Tujuan Penelitian/Disertasi
Maksud
dari penelitian ini untuk mengidentifikasi dan menganalisis Model pemberdayaan
melalui modal social masyarakat, untuk meningkatkan resiliensi terhadap
penyalahgunaan narkoba.
Adapun
tujuan penelitian ini adalah:
- Mengidentifikasi
korelasi antara Modal Sosial masyarakat dan peningkatan resiliensi
terhadap penyalahgunaan Narkoba.
- Mengidentifikasi
dan menganalisa pengaruh Modal Sosial Masyarakat dalam pengembangan
perilaku social anti-narkoba
- Mengidentifikasi
Model pemberdayaan seperti apa yang bisa dilakukan dengan modal social
masyarakat untuk meningkatkan resiliensi terhadap penyalahgunaan narkoba
- Mengidentifikasi
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peningkatan resiliensi pada
konteks penyalahgunaan Narkoba.
6.
Manfaat
Penelitian
a.
Peningkatan pemahaman terhadap
pentingnya modal social masyarakat dalam peningkatan resiliensi terhadap
penyalahgunaan narkoba
b. Adanya kesadaran dan penajaman
terhadap pemberdayaan masyarakat sebagai solusi penyalahgunaan narkoba melalui
modal social yang dimiliki masyarakat tersebut
c. Adanya pola model pendekatan
yang implementatif dalam penangananan penyalahgunaan narkoba, melalui modal
social masyarakat.
d. Peningkatan pemahaman dan
analisa dalam memaksimalkan modal social yang masyarakat miliki untuk
meningkatkan resiliensi terhadap penyalahgunaan narkoba.
7. Pembatasan Masalah
Penelitian/disertasi
tentang “Pemberdayaan melalui Modal Sosial Masyarakat untuk Meningkatkan
Resiliensi terhadap Penyalahgunaan Napza”, akan menggunakan analisa dan pola
SWOT. Lingkup penelitian akan dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:
a. Parameter yang digunakan
diantaranya: Pemberdayaan masyarakat, Modal social masyarakat, dan Resiliensi.
b.
Metode survey dengan analisa
SWOT
c.
Responden adalah local
government (ditingkat desa/kecamatan), rumah tangga, dan pelaku Napza.
d.
Data yang diproses berupa data
primer dan data sekunder
8. Keaslian Penelitian
Penelitian ini
ingin menekankan pada pentingnya modal social yang dimiliki suatu masyarakat
sebagai potensi dasar bagi pelaksanaan pemberdayaan untuk meningkatkan
resiliensi terhadap penyalahgunaan narkoba, yang diharapkan menjadi salah satu
model yang berorientasi solusi bagi penanganan penyalahgunaan Narkoba di
masyarakat.
DAFTAR
PUSATAKA
Grothberg, E. (1995). A
Guide to Promoting Resilience in Children: Strengthening the Human
Spirit. The Series Early Childhood Development : Practice and Reflections.
Number8. The Hague : Benard van Leer Voundation.
Literatur-literatur media massa dan elektronik
Realitas lapangan melalui dialog terbuka dll pendekatan penggalian informasi dengan korban narkoba
Sumber-sumber valid lainnya.
NK - "Earth Hails"