Social Icons

Pages

Rabu, 22 Oktober 2014

POLICY PAPER PROGRAM ASISTENSI SOSIAL LANJUT USIA TERLANTAR (ASLUT)

   KERTAS KEBIJAKAN
ASISTENSI SOSIAL LANJUT USIA TERLANTAR (ASLUT)
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial


Permasalahan Mendasar

Program Asistensi Sosial Lanjut Usia Terlantar (ASLUT) yang telah dilaksanakan dari tahun 2006, telah mencakup 33 provinsi di seluruh Indonesia, menghadapi permasalahan mendasar pada harmonisasi & validasi data/informasi, interkoneksi program di internal & eksternal Kemensos RI yang bermuara kepada komplimentaritas program terkait dalam skema Kemitraan Startegis, menuju kepada komprehensifitas &  keberlanjutan program.

Potensi

Kementerian Sosial pada implementasi program ASLUT memiliki potensi mendasar berupa regulasi/perundang-undangan yang memayungi, PSKS yang dimiliki di pusat maupun daerah, para mitra yang bergerak di bidang lanjut usia, serta social capital masyarkat.

 

Rekomendasi Kebijakan


1.
Pembenahan & penguatan data sebagai gambaran “input” dari program ASLUT
2.
Internalisasi Program ASLUT dalam Program Day Care, atau merupakan bagian dari Program Daycare Lanjut usia
3.
Kemitraan Strategis dalam bentuk komplimentaritas, sebagai wujud pertanggungjawaban terhadap kualitas & perluasan jangkauan program, serta sustainibilitas program

  
POLICY PAPER
ASISTENSI SOSIAL LANJUT USIA TERLANTAR
Team: Syauqi, Nursyamsu, Mulia Astuti,...
E-mail : biroperencanaan@gmail.com
Analisa Kebijakan Program Rehabilitasi Sosial, Biro Perencanaan
2014

Abstract
Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; ayat (2) sebagai penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang meliputi: a pelayanan keagamaan dan mental spiritual; b pelayanan kesehatan; c pelayanan kesempatan kerja; d pelayanan pendidikan dan pelatihan; e kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum; f kemudahan dalam layanan bantuan hokum; g perlindungan sosial; dan h bantuan sosial; ayat (3) bagi lansia tidak potensial mendapatkan kemudahan sebagaimana dimaksud ayat (2) kecuali huruf “c”, huruf “d” dan huruf “h”; ayat (4) bagi lanjut usia potensial mendapatkan kemudahan sebagaimana dimaksud ayat (2) kecuali huruf “g”.
Permasalahan terbesar lanjut usia di Indonesia adalah kemiskinan, sehingga mereka tidak mempunyai jaminan kesehatan, hari tua dan pensiun. Kondisi lansia miskin diperburuk oleh keterlantaran, disabilitas dan potensi mengalami sosial exclusion. Aksesibilitas lansia juga masih rendah,  dan lansia masih dianggap sebagai beban, bukan sebagai modal,  padahal seharusnya lansia harus dihargai peranannya dalam mendukung pembangunan nasional.. Kondisi ini diperparah dengan realitas empirik yang menunjukkan bahwa lansia terlantar masih banyak yang belum tersentuh program kesejahteraan sosial dari pemerintah.
Merespon realitas empirik yang ada, dan sebagai pelaksanaan amanat undang-undang, Pemerintah melalui Kementerian Sosial RI telah memberikan perlindungan sosial bagi lansia tidak potensial dan terlantar melalui program “ Asistensi Sosial Lanjut Usia Terlantar (ASLUT)” yang pedoman pelaksanaannya telah diatur melalui Peraturan Menteri Sosial No.12 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Asistensi Sosial Lanjut Usia Terlantar.
Hasil proses Analisis Kebijakan yang dilakukan, baik melalui kajian literatur, field review, serta metodologi & teknik pengumpulan data lainnya menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi terkait program ASLUT adalah fase input yang belum valid, termasuk didalamnya data base terkait Lanjut Usia Terlantar; kemitraan strategis yang belum terbangun dengan baik, khususnya konteks komplimentaritas bagi capaian kesejahteraan Lanjut usia terlantar; juga jangkauan dan sustainibilitas program yang belum dijadikan fokus program. Disisi lain Kemensos memiliki potensi regulasi yang telah memadai, Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang tersedia di Pusat maupun Daerah, pengalaman dalam penanganan lansia terlantar, serta para mitra yang bergerak di program terkait lanjut usia.
Merunut kepada situasi tersebut diatas, kertas kebijakan ini memberikan gambaran dan rekomendasi langsung kepada urgensi penataan ASLUT kedepan. Diantaranya adalah pembenahan dan penguatan data base, konstelasi program internal terkait lansia yang sudah dimiliki Direktorat PSLU, serta komplimentaritas yang bermuara pada kemitraan strategis, yang diyakini menjadi solusi rasional dalam memperluas jangkauan PMKS lansia terlantar serta akuntabilitas pada aspek sustainabilitas program, mengingat keterbatasan yang dimiliki Direktorat PSLU Kementerian Sosial.

Key words : kertas kebijakan, policy paper, lanjut usia, terlantar, kemiskinan, kesejahteraan..

Rasionalisasi
          Meningkatnya angka harapan hidup disatu sisi, tidak diikuti oleh meningkatnya derajat kesejahteraan lansia. Berdasarkan hasil penelitian HelpAge International dan Lembaga Demografi UI, penduduk lansia terutama yang berada di usia 70 tahunan dan 80 tahun keatas memiliki angka kemiskinan tertinggi diantara kelompok populasi, yaitu 13,3% dan 16% secara berurutan. Pada saat yang sama terdapat juga sebagian populasi lansia, lebih besar daripada yang secara resmi diklasifikasikan sebagai miskin, yang sangat rentan untuk jatuh kedalam kemiskinan.
          Proporsi lansia berusia lebih dari 60 tahun yang berada di bawah garis hampir miskin pada tahun 2009 adalah 27,5%,  lebih dari dua kali lipat jumlah proporsi lansia yang berada dibawah garis kemiskinan resmi. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2012, jumlah penduduk lansia mencapai 18,55 juta jiwa (10,32 juta perempuan dan 8,23 juta laki-laki) atau mencapai 7,57% dari seluruh penduduk. Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial mencatat bahwa pada tahun 2010 sebanyak  2.851.606 jiwa lansia mengalami keterlantaran, dan pada tahun 2011 jumlahnya meningkat menjadi 2.994.330 jiwa.
          Kondisi kebutuhan mendasar lansia “terlantar” sangat buruk. Banyak yang mengalami kondisi kesehatan yang memprihatinkan, pemenuhan kebutuhan pangan sehat serta sandang & papan juga sangat buruk. Kondisi tersebut diperburuk oleh keterbatasan akses, disabilitas, dan mengalami pengucilan secara sosial (sosial exclusion). Diperlukan perlindungan sosial yang komprhensif untuk memperbaiki kehidupan sosial lanjut usia terlantar.
          Perlindungan sosial bagi lanjut usia dilaksanakan untuk mencegah dan menangani resiko dari guncangan dan kerentanan sosial agar kelangsungan hidup lanjut usia dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal yang meliputi: 1). asistensi sosial {bentuk perlindungan sosial yang ditujukan untuk meringankan beban hidup lanjut usia terlantar guna memenuhi kebutuhan dasar hidupnya  dalam bentuk pemberian bantuan berupa uang yang disertai dengan pendampingan sosial}; 2). Kedaruratan {tindakan mendesak untuk menyelamatkan, melindungi, dan memulihkan kesejahteraan lanjut usia dalam situasi darurat, baik dalam situasi bencana maupun bagi yang mengalami perlakuan salah dalam bentuk layanan pengaduan, rujukan untuk pemulihan fisik dan mental, pendampingan, serta penempatan di tempat penanganan trauma lanjut usia}; 3). aksesibilitas {kemudahan dalam menggunakan sarana dan prasarana umum dan memperoleh fasilitas pelayanan dalam mendukung dan memperlancar mobilitas lanjut usia}; dan 4). pelayanan lanjut usia dalam keluarga pengganti {pelayanan sosial kepada lanjut usia di luar keluarganya dan di luar lembaga dengan cara tinggal di keluarga lain untuk mendapatkan pendampingan, perawatan, dan pemenuhan kebutuhan dasar}.
Program ASLUT (Asistensi Sosial Lanjut Usia Terlantar) merupakan salah satu prorgam nasional yang bertujuan untuk meringankan beban lansia mikin & terlantar dalam memenuhi kebutuhan dasar dan pemeliharaan kesehatan serta menikmati taraf hidup yang wajar.
Program ini bermula dari tahun 2006 dengan nama JSLU (Jaminan Sosial Lanjut Usia). Berubah nama menajdi ASLUT di tahun 2010. Berikut perkembangan ASLUT dari 2006-2012, dimana tahun 2012 menandai ASLUT menjangkau seluruh Indonesia. Perkembangan ASLUT bisa dilihat dari skema berikut:
Skema 1
ASLUT 2006 - 2012
Sumber: Direktorat PSLU
Konsep lanjut usia terlantar dalam analisis kebijakan ini adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun keatas, mengalami keterlantaran, miskin, tidak ada yang mengurus, tidak memiliki kemampuan baik fisik maupun ekonomi, tidak mendapatkan pensiun, tidak memiliki asset, sehingga mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya secara layak (Buku Pedoman Pelaksanaan Program ASLUT Tahun 2013).
Konsep ASLUT berdasarkan Buku Pedoman ASLUT Tahun 2013 adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk membantu lanjut usia terlantar agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sedangkan Program ASLUT adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan perhatian dan perlindungan sosial terhadap lanjut usia terlantar dalam bentuk pemberian bantuan uang tunai untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga diharapkan mampu memelihara taraf kesejahteraan sosialnya.
Program ASLUT bertujuan untuk membantu pemenuhan sebagian kebutuhan dasar hidup lanjut usia terlantar sehingga dapat mempertahankan taraf kesejahteraan sosialnya dengan cara pemberian uang tunai sebanyak Rp 200.000,- kepada lanjut usia yang memenuhi kriteria per orang per bulan selama satu tahun melalui lembaga penyalur yang ditunjuk oleh pemerintah. Proses pemanfaatan dana oleh lanjut usia dikendalikan oleh petugas pendamping yang ditunjuk melaksanakan fungsi pendampingan guna memastikan program berjalan sesuai dengan tujuan.
ASLUT dilaksanakan oleh Kementerian Sosial (Dit. Pelayanan Sosial Lanjut Usia) sebagai penannggungjawab program, lembaga penyalur dalam hal ini PT. POS sebagai penanggungjawab penyaluran dana kepada penerima ASLUT, dinas/instansi sosial provinsi sebagai penanggungjawab pelaksanaan program di wilayahnya, dinas/instansi sosial kabupaten/kota sebagai penanggungjawab pelaksanaan program di wilayahnya, serta pendamping sebagai petugas yang melakukan pendampingan terhadap penggunaan dan kemanfaatan penerima program ASLUT.
Penentuan daerah penerima program dilakukan dengan mempertimbangkan: 1). besarnya populasi lanjut usia terlantar (sesuai kriteria), kesiapan data dan tingkat kemiskinan di masing-masing prov/kab/kota; 2). kesiapan sumber daya manusia pengelola program, sarana dan prasarana, serta faktor-faktor pendukung yang ada; 3). komitmen daerah dalam mendukung peningkatan kesejahteraan lanjut usia terlantar seperti sharing budget, adanya kebijakan daerah atau PERDA yang perspektif lanjut usia dll; 4). hasil pelaksanaan program tahun sebelumnya yang mencakup tingkat keberhasilan program dan koordinasi dengan berbagai instansi terkait.
Model analisis kebijakan yang dilaksanakan adalah Model Retrospektif (application oriented), yaitu kajian implementasi kebijakan ASLUT dengan pendekatan evaluatif  (menilai manfaat ASLUT) dan normatif (memberikan rekomendasi untuk perumusan perbaikan kebijakan mendatang).

Metodologi
          Metode analisis kebijakan yang digunakan adalah analisis kebijakan integratif, yaitu melihat dinamika permasalahan yang ada dengan menggali data dan informasi baik sebelum dan sesudah  kebijakan dilaksanakan. Analisis kebijakan integratif yang dilakukan terhadap konsekuensi-konsekuensi kebijakan timbal balik baik sebelum maupun sesudahnya
          Analisa data yang digunakan adalah analisa kualitatif dengan menggunakan teknik triangulasi data (data lapangan, kebijakan yang ada, sumber data kunci pembuat kebijakan). Analisa ini dilakukan untuk dapat melengkapi data dan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan naskah kebijakan.
          Teknik pengumpulan data kegiatan analisis kebijakan dilakukan dengan menggunakan teknik, sebagai berikut:
1.    Wawancara mendalam (indept interview); Wawancara mendalam adalah kegiatan untuk menggali informasi tentang pandangan, kepercayaan, pengalaman, pengakuan informasi mengenai suatu hal secara utuh.
2.    Diskusi kelompok; Diskusi kelompok adalah proses memperoleh informasi mendalam untuk memperoleh pemahaman dari keragaman perspektif diantara kelompok yang menjadi subyek dalam pencapaian tujuan kebijakan. Dilaksanakan pada saat field review yang dilaksanakan di 5 Provinsi (DI Yogyakarta, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Bali, Sulawesi Utara, Jawa Barat) melalui interview dengan pihak Dinas Sosial Provinsi, diskusi kelompok dilaksanakan di Kantor Dinas Sosial Provinsi dengan 15 orang peserta.
3.    Observasi; dilakukan untuk memperoleh informasi terkait ASLUT secara langsung dan tidak langsung dengan melihat gejala-gejala fisik, perilaku manusia dan simbol-simbol lain yang berkaitan dengan proses penyelenggaraan kebijakan.
4.    Studi Dokumentasi; Studi dokumentasi ini dilakukan untuk memperoleh informasi terkait ASLUT dengan mempelajari data kebijakan dan dokumentasi literatur lainnya yang berkaitan dengan kebijakan yang ASLUT.

Sumber data yang digunakan dalam analisis kebijakan ASLUT adalah:
1.    Data primer; data dan/informasi yang bersumber dari para pihak terkait yang menjadi pelaksana, penerima dan pihak yang terkena dampak dari kebijakan.
2.    Data sekunder; bersumber dari dokumen informasi, literatur dan hasil monev serta sumber-sumber tulisan lainnya yang berkaitan dengan analisis kebijakan.
3.    Dokumen kebijakan terkait; data yang berkaitan langsung dengan kebijakan yang dianalisis, terutama untuk menyikap pertanyaan-pertanyaan pokok dalam analisis kebijakan tersebut.

Subyek/informan adalah para pihak terkait dalam program ASLUT yang dipengaruhi oleh kebijakan dan memainkan peran yang berkaitan dengan pengambilan dan implementasi kebijakan. Sebagaimana tergambar di skema 2 berikut ini:
Skema 2
Sumber Informasi & Teknik Pengumpulan Data
Rumusan masalah dirumuskan melalui beberapa pertanyaan untuk analisis kebijakan sebagai berikut:
1.    Bagaimana persoalan dan solusi terkait input program Aslut (data, regulasi, anggaran) menurut pengelola, pendamping, LUT penerima ASLUT dan LUT Non Penerima Aslut.
2.    Bagaimana persoalan dan solusi terkait proses program Aslut menurut pengelola, pendamping, LUT penerima ASLUT dan LUT Non Penerima Aslut.
3.    Bagaimana manfaat program aslut bagi lansia terlantar dan dampak bagi keluarga dan masyarakat sekitar? (beban sosial dan atau manfaat sosial bagi keluarga & masyarakat sekitar akibat dari adanya ASLUT?)

Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan, maka tujuan analisis kebijakan ASLUT  adalah:
1.    Mengidentifikasi input program Aslut yang meliputi penerima Aslut (populasi lansia, lansia terlantar, kriteria lansia terlantar yang memperoleh aslut), jumlah pendamping, dan penganggaran (APBN, APBD provinsi dan kabupaten/kota dan sumber-sumber lainnya.
2.    Mengetahui masalah/hambatan dalam pelaksanaan program Aslut (penetapan, penyaluran, pendampingan, pengendalian) serta solusi yang diharapkan.
3.    Menganalisis penataan program Aslut kedepan.
4.    Mengidentifikasi manfaat program Aslut bagi keluarga & masyarakat.

Informasi & Data Dukung
          Beberapa informasi & data yang patut menjadi pertimbangan serta pemikiran terkait ASLUT diantaranya adalah:
1.        Prosentase lansia berdasarkan kategori keterlantaran, 2009 versus 2012:
Sumber: BPS RI – Susenas Modul 2009 dan 2012
       Bisa dilihat dari gambar 1 diatas, dari tahun 2009 sampai 2009 terjadi penurunan jumlah lansia terlantar sebesar 14,76-13,17= 1,5%
2.    Kriteria keterlantaran
       Kriteria seperti apa seorang lansia termasuk dalam kategori terlantar? Berdasarkan Profil PMKS 2012, kriteria keterlantaran penduduk lansia adalah: a. Tidak pernah sekolah atau tidak tamat SD; b. Makan makanan pokok kurang dari 14 kali dalam seminggu; c. Makan lauk pauk berprotein tinggi (nabati atau hewani); nabati < 4 kali, hewani < 2 kali atau kombinasi 4,2 dalam seminggu; d. Memiliki pakaian kurang dari 4 stel; e. Tidak mempunyai tempat tetap untuk tidur; f. Bila sakit tidak diobati; g. Bekerja > 35 jam seminggu (Profil PMKS 2012).
Kriteria yang paling banyak dialami lansia terlantar adalah tidak pernah sekolah/tidak tamat SD yaitu hampir 9 dari sepululuh lansia terlantar tidak tamat SD. Lebih dari setengah lansia terlantar hanya makan makanan pokok kurang dari 14 kali seminggu (55,00 %) dan memiliki pakaian kurang dari empat stel (54,45 %), Menurut perilaku pengobatannya hanya 10,56 persen lansia terlantar menyatakan tidak berobat ketika ia sakit. Secara rinci persentase lansia terlantar masing-masing kriteria keterlantaran tersebut terlihat pada Gambar 2 di bawah ini:
Sumber: BPS RI – Susenas Modul 2009 dan 2012
3.        Tingkat pendidikan lansia terlantar
       Pada umumnya sangat rendah yaitu 91,25 persen tidak tamat sekolah dasar atau tidak sekolah pada tahun 2009 dan menurun menjadi 88,82 persen pada tahun 2012 atau tidak mengalami perubahan yang berarti. Hal ini dapat disebabkan terbatasnya fasilitas pendididikan pada saat mereka berada pada usia sekolah.  Pembangungan SD Inpres baru dimulai pada tahun 1970 an dan wajib belajar baru dicanangkan pada tahun 1980 an. Tingkat pendidikan lansia terlantar tergambar berikut ini:
Sumber: BPS RI – Susenas Modul 2009 dan 2012
4.        Makan pokok & makanan berportein tinggi pada lanjut usia terlantar
       Data BPS RI - Susenas Modul 2009 dan 2012 menunjukkan lebih dari separuh lansia terlantar makan makanan pokok kurang dari 14 kali baik tahun 2009 maupun 2012 bahkan pada tahun 2012 ada peningkatan sebanyak 2 persen, sebagaimana tergambar berikut ini:

       Dari sisi kebutuhan protein, sebagian besar lansia terlantar masih kekurang protein nabati atau 64,12 persen lansia terlantar makan makanan berprotein (nabati tinggi) kurang dari 4 kali. Gambar 5 menunjukkan bahwa kondisi lansia terlantar 74,71 persen masih kekurangan protein hewani atau dua kali atau kurang memakan protein hewani dalam seminggu terakhir, sebagaimana tergambar berikut ini:
Sumber: BPS RI – Susenas Modul 2009 dan 2012
          Adapun untuk makanan dari bawah hewani yang berprotein tinggi, BPS RI – Susenas Modul 2009 – 2012 menunjukkan fakta sebagai berikut:

5.         Sandang & tempat tidur tetap lansia terlantar
          BPS RI – Susenas Modul 2009 dan 2012 menunjukkan bahwa lebih dari setengah atau 55,03 persen  lansia terlantar memiliki pakaian kurang dari 4 stel, sebagaimana terlihat pada gambar 7. berikut ini:

Kondisi kelayakan rumah tempat tinggal lansia terlantar dapat dilihat pada Gambar 8 berikut:
Sumber: BPS RI – Susenas Modul 2012
          Gambar 8 menunjukkan 12,56 persen lansia tidak mempunyai lokasi  khusus tidur, 17,41 persen lansia tidur tidak dengan kasur atau tidak punya tempat tidur khusus, 17,12 persen lansia tidur dengan menggunakan kasur/mempunyai tempat tidur bersama atau lebih dari 3 orang, dan 52, 91 persen lansia telah memiliki tempat yang tetap untuk tidur yaitu dengan kasur/tempat tidur sendiri bersama kurang atau sama dengan 3 orang.
6.        Jam kerja, kegiatan lansia terlantar, & kegiatan ekonomi lansia terlantar
       Berkaitan dengan beban lansia yang sebagian besar menjadi tulang punggung keluarga. Data Susenas 2012 terkait Jam kerja lansia terlantar yang bekerja dapat dilihat pada Gambar 9 berikut:
          Lebih dari separuh atau 59,95 persen lansia terlantar bekerja lebih dari 35 jam per minggu. Hal ini berarti lansia terlantar masih menanggung beban pekerjaan melebihi kemampuan dan kondisi fisiknya yang mulai menurun.
          Fakta tersebut juga didukung oleh kenyataan terkait kegiatan lansia terlantar yang rata-rata bekerja, sebagaimana terlihat pada gambar berikut:
          Berdasarkan Data BPS – Susenas Modul 2012, beban pekerjaan itu dilakukan sebagian besar untuk kegiatan ekonomi, mengurus rumah tangga dan lainnya. Secara rinci dapat dilihat pada Gambar 11 berikut

Hasil Pembahasan
          Berdasarkan hasil analisa kebijakan beserta metodologi riset sederhana termasuk field visit, maka permasalahan program ASLUT tersebut dapat disimpulkan kedalam 5 kategori yaitu: 1). data populasi lansia terlantar; 2).  keterbatasan kuota lansia terlantar yang mendapatkan ASLUT; 3). skema dan kriteria penargetan ASLUT; 4). koordiasi peranan pusat, daerah, dan swasta dalam mendukung anggaran ASLUT; dan 5). manfaat program ASLUT pada konteks susatainibilitas.

Rekomendasi
          Berdasarkan kepada temuan permasalahan utama program ASLUT, maka direkomendasikan kedepan beberapa hal sebagai berikut:
1.        Pembenahan & penguatan data sebagai gambaran “input” dari program ASLUT. Verifikasi Data terpadu terkait ASLUT bekerja sama dengan BPS dan Pusdatin menjadi sangat penting.
2.    Program ASLUT merupakan bagian dari Program layanan lanjut usia berbasis keluarga dan masyarakat. Hal ini berangkat dari kebijakan Ditjen Rehsos dalam penanganan PMKS dikembalikan kepada pihak keluarga atau walinya, dengan penguatan yang juga dilakukan kepada sistem keluarga/wali tersebut, dimana pelayanan sosial terhadap lansia dilakukan di rumah keluarga/wali lansia tersebut.
Hal ini sesuai dengan arah kebijakan Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019 yaitu: Meningkatkan sosialisasi, edukasi, dan pengarusutamaan di tingkat masyarakat diperlukan untuk mendukung sistem sosial dan lingkungan penghidupan yang lebih ramah bagi lanjut usia.
3.        Kemitraan dalam bentuk komplimentaritas sangat disarankan untuk pencapaian program ASLUT yang lebih komprehensif & berkelanjutan.
Komplimentaritas ini juga diperlukan dalam penyusunan arah kebijakan antara Pusat & Daerah, juga antar unit kerja di Kementerian Sosial dan antar berbagai bidang pembangunan yang terkait dengan penanganan lansia.
Misalnya dari sisi kesehatan, ASLUT akan terkoneksi dengan BPJS Kesehatan, untuk kelayakan tempat tinggal akan terkoneksi dengan program RTLH dan program di Kementerian Perumahan Rakyat, dan lain-lain.
Hal ini searah dengan kebijakan Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019 bahwa peningkatan advokasi pemenuhan hak lanjut usia melalui penyusunan peraturan, kebijakan, dan program terkait di tingkat pusat dan daerah, termasuk diantaranya kebijakan di bidang ekonomi, ketenagakerjaan, dan
perlindungan sosial.

Kesimpulan
          Permasalahan ASLUT yang utama terletak pada pembenahan & validitas data serta pelaksanaan dan keberlanjutan program secara komprehensif. Pembenahan dan penguatan sistem data sebagai perwujudan fase “input” harus dilakukan, serta kemitraan yang dibangun sebagai opera komplimentaritas menjadi penekanan yang penting.
          Diharapkan ASLUT kedepan akan semakin bisa menjangkau lanjut usia terlantar lebih banyak lagi dan berkeseinambungan.

Daftar Pustaka & Bacaan
William M. Dunn, Pengantar Analisi Kebijakan Publik, Edisi Kedua 1999, Gajah Mada University
DR. Riant Nugroho, Public Policy – Teori, manajemen, Dinamika, Analisis, Konvergensi, dan Kimia Kebijakan. Edisi Keempat 2012, PT Elex Media Komputindo – Gramedia Jakarta.
DR. Riant Nugroho, Kebijakan Publik di Negara-Negara Berkembang. Edisi Pertama 2014, Pustaka Pelajar.
Mahmudi, Manajemen Kinerja Sektor Publik, Edisi Kedua 2013, Penerbit & Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Yogyakarta.
W. Lawrence-Neuman, Metode Penelitian Sosial Pendekatan Kualitatif & Kuantitatif, Edisi Ketujuh 2013,  PT. Index Jakarta.
Partha Dasgupta & Ismail Serageldin, Social Capital a multificated Perspective. First Printing 1999, World bank Washington DC.
DR. Riant Nugroho, Metode Penelitian Kebijakan, Edisi Ketiga 2012, Pustaka Pelajar.
James Midgley, Social Welfare in Global Context, Second Edition 1999, Sage Publications International Educational & Professional Publisher Thousand Oaks, London.
Wayne Parsons, Public Policy – Pengantar Teori & Praktik Analisis Kebijakan, Edisi Pertama 2012, Kencana Prenada Media Group.
Prof. Jogiyanto HM, Pedoman Survey Kuesioner, Edisi Kedua 2013, BPFE YK.
Prof. DR. Sofjan Assauri MBA, Strategic Management – Sustainable Competitive Advantages, Lembaga Managemen FE UI.
Anthony Giddens, The Consultations of Society, Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial, Penerbit Pedati.
Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019
Undang-undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
Undang-undang No.  11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
Undang-undang No. 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin
Permensos No.12 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Program ASLUT, Dit. PSLU Ditjen Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial RI

NK - "Earth Hails"






READ MORE - POLICY PAPER PROGRAM ASISTENSI SOSIAL LANJUT USIA TERLANTAR (ASLUT)