Social Icons

Pages

Minggu, 26 April 2009

Kebakaran telah jadi bacaan, informasi, dan tontonan. Sebuah Fenomena yang telah jadi "Biasa"


Beberapa kebakaran di wilayah pemukiman penduduk terjadi lagi dan semakin sering. Beberapa minggu yang lalu kebakaran terjadi di wilayah pegunungan CHL, tidak memakan korban jiwa, namun korban materi cukup banyak. Bahkan di wilayah BM kebakaran memberangus lebih dari 25 ruko dalam sekejap. Kebakaran terjadi setelah tengah malam. Seperti biasa Pemadam Kebakaran telat sampai di lokasi. Bagaimana tidak, tengah hari atau pagi atau sore ahri saja seringkali Pemadam Kebakaran terlambat. Apalagi lewat tengah malam, saat sedang nikmat-nikmatnya tertidur pulas. Kebakaran membarangus habis ruko-ruko tersebut. Tindakan lebih cepat justru datang dari Tim Tagana, dengan mendirikan tenda-tenda penampungan untuk korban kebakaran dini hari itu juga. Tidak bisa juga Pemadam Kebakaran disalahkan total atas keterlambatannya. Akses jalan yang terbatas, kondisi jalan yang kurang baik, jauhnya areal kebakaran (meski termasuk kota di BM) dari Markas Pemadam Kebakaran, belum lagi ditambah kesiapan/siap siaga dari personil Pemadam Kebakaran masih kurang, jelas semua membuat keterlambatan makin jadi saja. Habisnya bangunan dan harta benda tidak bisa dihindari. Meskipun tidak ada korban jiwa, ini semata-mata karena individu-individu penghuni ruko dan di areal ruko mampu menyelamatkan diri dan keluarganya, serta berusaha juga menyelamatkan individu-individu lain, dan ini insting kemanusiaan. Kerugian mencapai "milyar" rupiah..

Belum lama ini kebakaran terjadi lagi di Aceh Timur, 24 April 2009 (jum'at). 13 ruko dan 1 rumah penduduk di Julok hangus terbakar. Kejadian kebakaran pada pukul 2.13 WIB dini hari. Pada pukul 10.20 WIB, 4 rumah di desa Pulonas Babussalam Aceh Tenggara juga habis diberangus api. 40 menit kemudian kebakaran memberangus habis dua bangunan di kawasan Leung Bata Banda Aceh. Sebuah rentetan kebakaran yang jika dicari lagi juga terjadi di wilayah-wilayah lain di Indonesia. Tidak ada korban jiwa, namun harta benda jelas sirna, ratusan juta bahkan milyaran yang merupakan jerih payah puluhan tahun melayang begitu saja. Waktu terjadinya kebakaran, angin yang bertiup kencang, lokasi kebakaran selalu menjadi justifikasi terhadap gagalnya pemadaman api dengan baik oleh instansi berwenang. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa sebagian besar cepatnya bangunan-bangunan tersbeut diberangus api karena terbuat dari kayu atau semi permanen.

Beberapa telaah penyebab kebakaran seperti biasa masih dalam penyelidikan pihak terkait. Anggapan-anggapan lumrah seperti biasanya, terkait dengan konslet listrik, kompor, atau api yang merambah karena angin dll. Semua belum jelas, dan hanya cukup dijawab aman "sedang dalam penyelidikan". Setelah itu hilang seperti rumah-rumah yang diberangus api tsb, alias tidak dibahas lagi.

Kejadian-kejadian kebakaran tersebut didukung oleh angin yang kencang dan panas, alam tidak lagi ramah, panas iklim bumi merangsang potensi-potensi api meluap/terbakar. Begitu mudah kebakaran terjadi, begitu mudah api tersulutkan. Belum lagi kebakaran-kebakaran hutan yang selama ini terjadi. Cuaca-iklim sudah tidak lagi bersahabat. Panas bumi sudah melebihi batas. Rusaknya tatanan alam ini jelas oleh penghuni bumi itu sendiri, yang justru adalah pemimpin/khalifah dari para penghuni bumi yang lain, yaitu "manusia", ironis ya. Dan karena ulah manusia ini tak bertanggungjawab ini, banyak sekali bencana alam dan kerugian-kerugian dan kehilangan-kehilangan yang terjadi, baik materi maupun nyawa itu sendiri. Dan manusia juga yang menangis tersedu, histeris, memohon, memelas dst akibat bencana yang sebenarnya diakibatkan oleh ulah nya sendiri. Kesadaran yang tak sampai..kesadaran yang terlambat..?

Jika dikatakan sebagai kesadaran yang tak sampai atau tidak paham bencana-bencana yg terjadi karena ulah manusia itu sendir, mungkin saja iya. Karena banyak sekali, bahkan sebagian besar manusia belum memahami bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan merusak tatanan bumi, bahkan menghancurkannya. Tidak usah yang belum memahami, yang sudah paham bahkan pakar sekalipun terkadang tidak peduli, ketika kepentingan ekonomi dan personal menjadi alasan. Pada sisi ini pembelajaran dan peng-informasian terkait pengetahuan-pengetahuan mengenai tatanan bumi, penting untuk menjaganya, melestarikannya dst, perlu lebih disebarkan dan disampaikan kepada masyarakat manusia. Harapannya, dengan tau dan paham, maka akan lebih menjaga dan berhati-hati. Nah, bagi yang "ndableg", sudah paham bahkan pakar, tapi masih juga melakukan pengrusakan tatanan alam, maka jalur hukum mesti ditegakkan. Punishment adalah cara terbaik bagi yang "ndableg". Ironisnya, yg "ndableg" dan "paham" inilah justru yang menjadi inisiator bagi pengrusakan-pengrusakan tatanan alam tadi.

Akan tetapi jika dikatakan "kesadaran yang terlambat", saya pikir "tidak". Karena tidak ada yang terlambat untuk "niat baik" dan usaha. Dan kesempatan masih begitu luas, bumi masih membuka dirinya untuk "berdamai" bahkan selalu berharap memeluk kita semua dalam dekapan "sehat"nya yang hangat, tenang dan nyaman. Jangan jadikan bumi "sakit", yang membuat pelukannya terasa membakar dan "tidak nyaman".

Dari wacana diatas, beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk menanggulangi konteks bencana tersebut secara berkelanjutan adalah:
1. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap "tatanan" bumi dan pentingnya tatanan tersebut, serta hal-hal yang bisa merusak tatanan dan hal-hal yang bisa menjaga bahkan melestarikan tatanan bumi. Banyak cara yang bisa dilakukan, baik melalui institusi pendidikan di masyarakat, media komunikasi baik tulis maupun visual, capacity building bagi masyarakat terkait hal ini, atau juga melalui pemberdayaan pranata sosial yang ada di masyarakat terkait konteks ini.
2. Menyiapkan komposisi tanggap darurat dan tanggap bencana di level masyarkat langsung/user. Setiap desa telah memiliki pranata dan sistem sosial yang cukup, diantaranya dalam penanganan hal-hal tak terduga atau bencana. Berdayakan dan perkuat eksistensi nya. Daripada dana dihabiskan untuk membuat dan penguatan infrastruktur lembaga-lembaga yang bergerak di bidang "darurat dan "bencana" yang ada di pusat-pusat kota, pusat pemerintahan atau pusat kabupaten, yang sangat terhambat dalam meng"akses" wilayah bencana karena jarak dll termasuk mentalitas. Ciptakan self defence ada di masing-masing "user" atau kumpulan masyarkat/penduduk langsung, sebut saja "desa". Dan bergeraklah upaya ini dengan menjadikan potensi nilai, budaya, dan kelembagaan yang sudah eksist dimasing-masing areal/desa sebagai start nya.
3. Penguatan pihak terkait dalam hal investigasi kejadian (kepolisian dan lembaga/institusi terkait lainnya), agar lebih professional dan bertanggungjawab dalam menemukan penyebab-penyebab bencana atau pengrusakan yang terjadi secara objectif dan menyeluruh.
4. Penguatan di "Legislation" untuk mendukung semua upaya-upaya tesebut diatas.

Semoga kedepannya, kesungguhan pihak terkait dan kesiapan user/masyarakat, khususnya masyarakat di desa-desa dalam menghadapi setiap ancaman, baik yang berasal dari alam yang rusak maupaun dari sisi-sisi lain, akan menjadikan "kelestarian" bumi/alam menjadi kenyataan, dan menunjang kenyamanan kelestarian "reproduksi" dari manusia itu sendiri.

Salam,
NK - "Earth Hails"
READ MORE - Kebakaran telah jadi bacaan, informasi, dan tontonan. Sebuah Fenomena yang telah jadi "Biasa"

Senin, 20 April 2009

Times, Tempo, Gatra, Kompas, Media Indonesia, Serambi-Aceh, Stasiun-stasiun Televisi (lokal, nasional maupun internasional), media-media cetak dan visual lainnya, simposium, diskusi, seminar, obrolan intelektual, obrolan di kantor-kantor, obrolan warung kopi, obrolan di terminal dan wc umum, bahkan obrolan menjelang tidur, selalu ada saja berita dan pembahasan tentang bencana alam. Banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, cuaca buruk yang parah, ombak mengamuk, badai, bendungan jebol, genangan lumpur panas dll, dll, dst, baik menelan korban nyawa banyak, maupun materi. Tiap tahun ada saja dan semakin banyak saja kejadian-kejadian tersebut.

Ada apa sebenarnya ini?

Nursyamsu Kusuma
"Earth Hails"
READ MORE -

Minggu, 19 April 2009

Bumi Memanggil

Bumi telah usang..
Wajah tua yang jelas dikarbit!
Tua yang prematur..
Oleh "pemimpin" para penghuni Bumi
Manusia..!

Bumi telah jompo..
Membungkuk 45 derajat lebih!
Tulang-tulang penyangganya keropos
Kehabisan 'kalsium'
Dihisap, gali, lebur, acak, hancurkan..!
Oleh 'pemimpin para penghuninya sendiri
Manusia..!

Bumi memanggil..
Meski tlah habis suara
Bahkan tak terdengar oleh yang 'dipanggil'
Bumi menggapai lunglai..
Sambil terus mengangakan mulutnya..!
Dengan teriakan, panggilan-panggilan..
Untuk sudahi, untuk pertolongan..
Nyaris tak terdengar.. dan tak terdengar..
Dihempas deru suara nafsu..
Deru gemeretak ambisi..
Deru gelinjang tarian 'congkak'
Penuh dengan dengki, iri, dan membuncah 'sampah'
Dari hati, pikir, jiwa, raga yang 'serakah'

Hmmhhh...,
Harus belajar,
Harus sadar,
Harus berbagi,
Harus menjaga,
Harus lestarikan,
Harus dibela,
Harus dan harus lainnya
Untuk bertanggungjawab atas ke 'usang' an
Dan ke 'jompo' an Bumi..
Untuk kehidupan 'pemimpin' penghuni Bumi dan 'rakyat'nya kedepan
Untuk kehidupan yang berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab
Dari makna 'reproduksi' itu sendiri...!

Untuk itulah blog ini diciptakan
Sebagai wujud-cerminan tanggungjawab
dan..
Kepedulian..

Nursyamsu Kusuma
READ MORE - Bumi Memanggil